5 Big Shots Kneeled And Called Me Mom (English to Indonesian Translation) - 12.2
- Home
- 5 Big Shots Kneeled And Called Me Mom (English to Indonesian Translation)
- 12.2 - Kembali ke Rumah Itu
“Bu, apakah kau masih menginginkan rumah itu?” Ji Qisen menanggapi kecurigaan ibunya dengan santai.
Seperti dugaannya, begitu Gu Yuan mendengar tentang rumah itu, semua pikiran wanita itu tentang ‘goose‘ dan ‘ketinggalan zaman’ segera terlempar keluar jendela dan menghilang tanpa jejak. Semua pikiran dan perhatiannya terpusat pada rumah itu.
“Goose (Nak), kita harus mengusir mereka, membuang semua perabotan mereka dan mengganti semua kunci. Oh iya! Ada liontin giokku juga! Kau harus membantuku untuk mendapatkannya kembali!”
Ketika Gu Yuan teringat akan barang-barangnya sendiri, hatinya mulai pilu. Ia benar-benar berharap ia bisa menampar Gu Yue.
Ji Qisen tidak mengungkapkan pendapatnya dan terus melangkah maju.
Gu Yuan diam-diam menghela napas dengan sedih. Ia tidak tahu mengapa putra yang telah dikenalnya selama dua hari, yang awalnya sangat sopan, kini mulai meremehkannya.
Dengan sedikit sakit hati, ia berlari menghampiri ‘goose‘ keluarganya!
Ketika Ji Qisen dan rombongannya muncul di lingkungan itu bersama Gu Yuan, mereka langsung menarik perhatian orang-orang yang lewat di sana. Hal ini tak bisa dihindari sejak beberapa hari yang lalu, seorang pemuda dingin yang memancarkan aura penuh kekayaan dan kekuasaan telah membawa pergi Gu Yuan. Ia bahkan memanggil wanita itu ‘ibu’. Adegan itu telah meninggalkan jejak yang dalam di hati setiap orang. Lebih dari itu, bahkan menjadi legenda di lingkungan ini.
Dan dalam beberapa hari terakhir, seluruh keluarga Gu Yue dengan gelisah berlari naik turun untuk bertanya-tanya. Mereka takut Gu Yuan akan kembali bersama putranya dan membuat masalah bagi mereka.
Pada akhirnya, kedua orang ini, ibu muda dan anaknya, memang kembali. Orang-orang di lingkungan itu semua menjulurkan leher agar dapat melihat drama itu dengan lebih jelas. Para bibi dan paman di sana, serta orang-orang muda yang kebetulan tidak bekerja hari ini, semuanya mencondongkan tubuh dan menyendengkan telinganya untuk mendengarkan.
Gu Yuan tidak peduli dengan semua orang itu dan langsung pergi ke lantai tiga bersama putranya.
Mereka sampai di depan pintu yang tertutup rapat dan masih terpaku dengan kata ‘Musim Semi’ di depannya. Gu Yuan bertanya kepada putranya, “Apa yang harus kita lakukan?”
[TN: 春 – musim semi – biasanya ditempel di rumah atau di pintu selama Tahun Baru Imlek.]
Ji Qisen berkata, “Buka paksa pintu itu!”
“Ah? Apakah itu boleh dilakukan?”, Gu Yuan bertanya.
Ji Qisen tidak menjawab dan menyingkirkan Gu Yuan.
Di belakangnya, beberapa pria kekar berjas hitam melangkah maju dan langsung menggunakan alat untuk mendobrak pintu.
Gu Yue, yang berada di rumah, tentu saja mendengar suara gerakan itu. Awalnya, ia ketakutan tapi sekarang ia khawatir. Dengan keras ia berteriak, “Tolong! Ada yang ingin merampokku di siang bolong! Seseorang ingin mendobrak pintu rumahku!”
Peng Zihan bahkan berteriak, “Ini rumah kami, kenapa kau mendobrak pintu kami! Berhenti! Lebih baik kau berhenti atau aku akan menelepon 110!”
Suami Gu Yue sangat marah dan turut mengomel, “Pwuihh. Asal kau tahu ya, jangan berpikir aku mudah ditindas! Aku punya seseorang yang lebih kuat untuk mendukungku! Aku tidak takut pada bajingan sepertimu.”
Tindakan mendobrak pintu itu bukanlah hal kecil. Ada banyak tetangga yang memperhatikan apa yang terjadi di sini dan suara teriakan dan pekikan mereka tidak pelan. Semua ini menarik perhatian banyak orang dan koridor itu segera menjadi ramai.
“Apa ini? Apakah kau sedang merampok rumah orang dengan terang-terangan? Mendobrak pintu orang?”
“Apakah tidak ada hukum yang berlaku? Ini adalah ibu kota dan ia bahkan berani merampas rumah orang di siang hari bolong?”
Ada beberapa yang juga bergumam, “Tampaknya, rumah ini aslinya memang milik Gu Yuan…”
Tapi tak lama kemudian terdengar suara seseorang yang dipenuhi dengan kemarahan, “Meskipun aslinya milik Gu Yuan, lalu kenapa? Dalam akta kepemilikan, nama yang tercantum adalah Gu Yue!”
Ketika Gu Yuan mendengar ini, ia menoleh. Orang yang mengatakan ini adalah seorang wanita paruh baya. Ia mengenakan kaos oblong besar dan tampaknya seusia dengan Gu Yue. Mungkin ia sahabat Gu Yue.
Ketika wanita paruh baya itu melihat Gu Yuan menatapnya, ia mencibirkan bibirnya sambil mengejek, “Ah, kau masih sangat muda, rumah itu sudah lama bukan milikmu. Apakah kau tidak malu kembali ke sini?”
Gu Yuan segera menjadi marah, “Rumah itu dulunya milikku dan dipindahnamakan tanpa persetujuanku. Mengapa aku harus malu untuk kembali? Aku masih muda dan menakjubkan. Kerutan di wajahmu bahkan bisa menghimpit nyamuk dan membunuhnya sementara aku masih muda seperti dulu. Lebih baik kau tidak bergabung dengan orang banyak di sini dan segera pulang untuk bercermin. Bulu mata palsumu sudah lepas.”
Jangan lihat bagaimana biasanya ia berbicara dengan sangat lembut, ketika ia marah, ia akan berubah menjadi ganas dengan kedua tangan di pinggang dan matanya yang bening terbuka lebar. Selain itu, ia masih muda dan memiliki kapasitas paru-paru yang sangat baik. Pada akhirnya, kalimat terakhir yang ia katakan tentang ‘bulu mata palsu yang terlepas’, bergema di sepanjang koridor.
Satu per satu orang yang berkelompok itu memandang si wanita paruh baya. Wajahnya memerah karena marah dan ia menyentuh matanya. Bulu mata palsunya benar-benar hampir lepas. Ia menutupi matanya dengan tangan dan berlari sambil menangis.
Gu Yuan memandang yang lainnya dengan marah, “Rumah itu dulu milikku. Aku sedang dirawat di rumah sakit tetapi malah dibuatkan sertifikat kematian dan rumahku dirampas. Mengapa aku tidak bisa mendapatkan rumahku kembali? Ketika rumahmu dirampas darimu, apakah kau akan tunduk saja dan membiarkan orang lain memiliki rumahmu sementara kau berkeliaran di jalan dan tidur di bawah jembatan?”