Back to Sixties: Farm, Get Wealthy & Raises the Cubs (English to Indonesia Translation) - Bab 30
BAB 30
TELUR ASIN
Mei Jie berkata: “Mendapat kaki babi ini bukan hal yang sulit kok. Jika kamu memberi tahu aku satu hari sebelumnya, aku akan mendapatkannya.”
“Terima kasih, Jie.” Lin Qing He mengangguk.
Keduanya mengobrol sebentar, dan Lin Qing He mengungkit tentang minyak tanah. Mei Jie menyuruhnya datang besok dan mengambil semuanya sekaligus. Melihat ada tamu di konter Mei Jie, dia pun pamit.
Lin Qing He tidak terburu-buru untuk kembali. Dia menutupi keranjang dengan taplak meja di bagian bawah keranjang dan berkeliling di banyak tempat. Dia membeli beberapa paprika, jahe kering, bawang putih dan sejenisnya, sebelum pulang ke rumah.
Ketika dia hampir mencapai Desa Zhoujia, Lin Qing He mengeluarkan telur dari penyimpanan ajaibnya sebanyak tiga jin. Sedangkan untuk dagingnya, dia membiarkannya tetap didalam penyimpanan itu.
Daging akan dia keluarkan besok.
Namun, dua bakpao dikeluarkan dari penyimpanan ajaibnya. Ketiga anak itu tidak makan daging selama beberapa hari, jadi harus memberi mereka daging.
Ini adalah standar hidup yang dia tetapkan untuk keluarganya. Jika mengikuti standar desa, niscaya ketiga kakak beradik itu hanya tinggal tulang saja sekarang.
Satu telur setiap hari dan sesekali permen kelinci putih, apel, pir, dan kurma merah.
Jika ini adalah penderitaan hidup miskin ala Lin Qing He, lalu seperti apa kondisi hidup miskin yang sebenarnya?
Tapi Lin Qing He tidak memiliki kesadaran ini.
Setelah pulang ke rumah, Lin Qing He memberi tahu Ibunda Zhou tentang kaki babi itu, mengatakan bahwa dia harus memesan satu hari sebelum membeli.
Ketika Ibunda Zhou melihat ternyata menantunya ini benar-benar punya koneksi, dia merasakan gelombang haru di hatinya. Seperti yang diharapkan, orang yang tahu cara makan bisa mencari caranya sendiri untuk mendapatkannya.
Dia mengintip ke dalam keranjangnya. Lin Qing He tidak khawatir. Dia mengeluarkan dua bakpao putih.
“Bakpao putih!” Baik mata Da Wa dan Er Wa berbinar.
San Wa, yang menjadi lebih cerdas dalam beberapa hari terakhir, segera berlari dan mengucapkan ‘makan, makan’.
Meskipun San Wa sudah lama tidak makan bakpao putih ini, dia masih bisa menerka-nerka bahwa itu adalah makanan lezat!
“Da Wa bawa masuk dan potong menjadi dua dengan pisau. Ingat, kamu adalah kakak tertua. Kamu harus menjadi kakak yang adil.” Lin Qing He menyerahkan dua bakpao besar itu kepada Da Wa sambil menginstruksikan.
Da Wa berkata: “Tentu saja aku akan adil!”
Er Wa khawatir dan mengikutinya ke dapur.
Itu hanyalah sekedar memotong roti. Da Wa tak lama lagi berusia enam tahun setelah Tahun Baru. Jadi itu bukan masalah besar. Lin Qing He dengan nyaman membiarkan dia menanganinya.
Da Wa memotong bakpao itu, setengah diberikan ke Er Wa, dan setengah lagi ke San Wa. Namun ia khawatir San Wa akan menumpahkan minyak ke seluruh pakaiannya dan membuatnya sulit untuk dicuci, sehingga ia tidak memberikannya. Sebagai gantinya, dia menaruhnya di mangkuk dan membawa bakpao itu ke ibunya.
“Berikan setengahnya untuk nenekmu.” Lin Qing He mengambil mangkuk dan menyuapkannya ke San Wa.
Ibunda Zhou ingin mengatakan tidak, tetapi Lin Qing He sudah keburu membawa San Wa dan mangkuk bakpao jatahnya ke dalam rumah untuk makan di ruang tengah. Di luar terlalu dingin.
“Nenek, ayo makan. Bakpao putih ini sangat enak!” Da Wa memberikan bakpao itu kepada neneknya dan mendesaknya.
“Lezat!” Er Wa mengangguk.
Ibunda Zhou menerima roti itu. Ini berisi telur dan daging. Terlebih lagi, bakpao ini terbuat dari tepung putih. Tentu aneh jika tidak enak.
Melihat menantu perempuannya benar-benar tidak keberatan dia makan, Ibunda Zhou pun memakannya. Benar-benar … bakpao ini sangat lezat sehingga dia rasanya tidak akan sadar jika menelan lidahnya sendiri.
“Ibu, apakah kamu ingin tinggal untuk makan siang.” tanya Lin Qing He.
“Tidak, aku akan pulang sekarang karena kamu sudah kembali,” jawab Ibunda Zhou.
“Da Wa, Er Wa, antar nenekmu pulang.” Lin Qing He memerintah mereka.
“Nenek, ayo pergi, kami akan mengantarmu kembali.” kata Da Wa dan Er Wa.
Ibunda Zhou membiarkan kedua bersaudara ini mengantarnya kembali karena jaraknya tidak jauh dan keduanya mengenakan pakaian yang jauh lebih hangat tahun ini.
Dia melihat ada banyak kayu bakar di dalam rumah. Musim dingin ini, mereka tidak perlu takut kekurangan bahan bakar. Juga, Da Wa memakai sweater, dan sweater Er Wa juga sudah setengah selesai ditenun.
Ada banyak bola benang di rumah, sepertinya San Wa juga mendapat bagian.
Begitu sampai di rumah, Ibunda Zhou membiarkan Da Wa dan Er Wa kembali sebelum dia memasuki rumah tua itu.
Ayahanda Zhou tertidur. Ketika dia melihatnya kembali, dia berkata, “Kenapa kamu kembali?”
“Menantu keempat sudah pulang ke rumah. Untuk apa tetap tinggal.” Kata Ibunda Zhou.
Hidung Ayahanda Zhou bergerak dan berkata, “Bau apa ini?”
“Aku mendapat setengah bakpao di sana.” Ibu Zhou menjawab.
Ada daging di rumah, tetapi ketika dia memikirkan bakpao, Ayahanda Zhou mau tidak mau merasa nostalgia.
Dalam hidupnya, dia pernah makan bakpao putih sekali. Rasanya adalah sesuatu yang tidak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya dan masih terkenang sampai sekarang.
“Mau bakpao?” Ibu Zhou menatapnya dan tahu apa yang suaminya itu pikirkan dan terkekeh.
“Makan apa. Istri ketiga akan melahirkan, tidak perlu boros. Biarkan dia mendapat nutrisi lebih.” Ayahanda Zhou melambaikan tangannya.
Hari-hari saat ini jauh lebih baik dari sebelumnya. Semua orang merasa kenyang dan puas. Dia puas. Sedangkan untuk bakpao putih, tidak ada hal buruk yang akan terjadi jika dia tidak memakannya.
Dia tidak pernah terpikir bahwa Er Wa saat ini berkata kepada ibunya: “Ibu, Nenek sudah makan, tapi Kakek belum makan.”
Kakek biasanya sangat baik pada mereka.
Da Wa juga mengangguk: “Sebelum kami lapar, Kakek selalu memanggil kami untuk mampir dan makan.”
Meski tidak enak, tapi hal ini bisa mengisi perut mereka.
Karena pemilik aslinya tidak terlalu mengurus mereka, kakak beradik ini biasa mendatangi kakek dan nenek mereka ketika mereka lapar, jadi mereka masih mengingat hal-hal ini.
Lin Qing He mengerti dan berkata: “Kalau begitu besok ketika ibu pergi untuk membeli daging, ibu akan membawa bakpao putih lagi. Kalian berikan kepada kakekmu. Namun, kamu harus diam-diam saat membawanya dan harus melihatnya menghabiskan bakpao Itu dengan mata kepala kalian sendiri.
“Baik.” Da Wa dan Er Wa mengangguk.
Lin Qing He berseri-seri dan mengusap kepala mereka: “Anak baik.”
Kedua mata mereka bersinar.
“Apa yang ingin kalian makan siang ini?” tanya Lin Qing He.
“Makan dimsum telur,” jawab Da Wa.
Er Wa mengangguk.
Lin Qing He membuat makanan ini tadi malam, dan tidak ada masalah untuk meninggalkannya diluar begitu saja dalam cuaca dingin seperti ini semalaman.
Jadi Lin Qing He memasak dimsum untuk mereka. Sup dimsumnya juga mengandung kaldu kulit udang, dan rasanya sangat enak.
Sekarang tidak ada yang bisa dilakukan di rumah, Lin Qing He ingin membuat telur asin.
Dia tahu bagaimana caranya. Terlebih lagi, dia menggunakan metode menggunakan tanah liat. Dia pernah mempelajarinya dari neneknya. Cara ini bisa menghasilkan banyak minyak dalam kandungan telur itu.
Dia mengawetkan satu botol kecil telur asin. Tidak banyak, hanya sekitar dua jin saja. Dia mengambilnya dari penyimpanan ajaibnya dan juga menggunakan yang dia bawa kembali hari ini dari ‘luar’.
Saat mengasinkan telur, dia harus menambahkan anggur putih. Waktu pengawetan sekitar satu bulan. Setelah diasinkan, maka telur ini akan siap digunakan untuk bulan depan.
Saat mengawetkan telur, dia memanggil Da Wa dan Er Wa untuk membantu. Misalnya, dia menyerahkan tugas menggosok telur kepada mereka.
Dia tidak berniat membesarkan mereka dengan manja.
Setelah mencuci telur, ia langsung membilas tangan mereka dengan air hangat dan mengolesinya dengan vanishing cream. Setelah itu, dia mengirim mereka ke Kang untuk makan apel.
Setelah menempatkan toples telur asin di sudut, dia mendatangi Kang dan bergabung bersama kedua kakak beradik itu. Namun, dia tidak langsung tidur tapi lanjut merajut sweater.
Dengan suhu saat ini dan kayu bakar yang cukup di rumah, dia tidak perlu menghemat pemakaiannya. Kang itu sudah diberi kayu bakar jadi sangat hangat.
Tidur diatas Kang membuat kulit mereka kering dan mereka harus mengonsumsi lebih banyak makanan yang melembabkan seperti buah-buahan. Tetapi tidak ada buah dalam koperasi Permintaan dan Penawaran.