Chongfei Manual (English - Indonesian Translation) - Bab 9.1
Orang-orang di paviliun penerimaan tamu semuanya terperangah. Tidak ada seorang pun yang menyangka di saat genting seperti ini, Nyonya Du ternyata hamil.
Dia pingsan di pintu masuk, membuat semua orang percaya kalau itu disebabkan rasa cemasnya, tapi tidak ada orang yang menduga kalau itu karena kehamilan. Saat ini, dokter sedang memeriksanya, dan dia memang hamil, baru berjalan satu setengah bulan.
Orang yang pertama-tama memberikan reaksi adalah sang nyonya tua, bertanya pada dokter itu: “Bagaimana, apakah janinnya sehat?” Dokter itu mengangguk, , “Hanya sedikit mual. Aku akan memberikan resep pada nyonya kelima. Biarkan dia meminumnya selama beberapa hari, semuanya akan berjalan dengan lancar.”
Nyonya tua mengangguk, menatap putra bungsunya, Wei Kun dan mendadak tidak tahu harus berkata apa padanya.
Bukan saja Nyonya Du hamil, janinnya pun sehat. Sementara semua orang mempertimbangkan apakah akan mempertahankan Nyonya Du di keluarga ini atau tidak, di luar dugaan dia ternyata hamil. Kalau mereka mengirimnya kembali ke kediaman Count Zhongyi saat ini, maka keluarga Count akan menyimpan dendam pada mereka, dan reputasi Duke Ying akan rusak parah.
Perceraian ini, sayangnya, tidak bisa dilakukan dengan segera. Mereka harus melakukannya selambat mungkin.
Sang nyonya tua sudah siap meyakinkan Wei Kun untuk mempertimbangkan seluruh situasi ini, tapi mendadak dia berdiri dari kursi itu dan melesat pergi dari paviliun penerima tamu itu bagaikan angin, menuju ke paviliun belakang.
Berpikir kalau dia akan mencari gara-gara dengan Nyonya Du, maka sang nyonya tua bergegas mendesak putra tertua dan ketiganya menghalangi Wei Kun. Namun, tuan ketiga diam tidak bergerak dan tidak berniat menghadang Wei Kun, berkata dengan nada menghina: “Dia tidak bisa mengatur wanita miliknya, lalu memerlukan juga aku dan kakak tertua untuk mengambil alih untuknya?”
Tuan tertua menegurnya dengan suara keras: “Adik ketiga!” Bahkan dalam waktu seperti ini, kedua saudara itu masih tidak bisa berdamai? Kebencian di antara mereka tidak terbentuk dalam semalam, mungkinkah mereka berniat membawa masalah lama ini sampai ke liang kubur mereka?
Nyonya tua tersenggal marah karena putra ketiganya, menunjuk ke arah Wei Chang beberapa kali, “Adik kelimamu membuatku jengkel, sekarang kamu juga ingin membuatku jengkel ….”
Setelah memikirkannya masak-masak, dia akhirnya mengatakan beberapa patah permintaan maaf, lalu keluar dari paviliun penerima tamu itu.
Di luar paviliun itu berdiri seorang gadis kecil yang kurus, mengenakan gaun hijau yang lembut yang membuatnya semakin terlihat menggemaskan. Dia mengangkat wajah mungilnya, matanya yang cerah dan terlihat cerdas itu menunjukkan rasa penasaran: “Paman Ketiga, aku baru saja mendengar, apakah nyonya benar-benar hamil? Apakah dia akan melahirkan adik lelaki?”
Gadis kecil itu adalah Wei Luo. Dia tidak bisa memasuki paviliun penerimaan tamu, namun ingin tahu apa yang sedang terjadi, jadi dia bersembunyi di luar pintu dan mencuri dengar. Ketika dia mengetahui bahwa Nyonya Du hamil, selain marah, dia pun tersadar.
Tidak heran Nyonya Du tidak dihukum. Meski kehilangan dirinya, Nyonya Du berhasil mempertahankan posisinya sebagai nyonya kelima. Alasan terbesarnya ada di sini, setelah Nyonya Du kembali dari Kuil Huguo, kehamilannya diketahui.
Meski Wei Kun murka, bahkan jika dia merasa curiga tentang hilangnya Wei Luo, demi anak itu, dia tidak bisa mengambil tindakan melawan Nyonya Du saat itu juga. Sebagai tambahan, Wei Luo tidak kembali dan tidak bisa menguak rencana jahat itu. Wei Kun mungkin mencurigai Nyonya Du, tapi tanpa bukti apa pun, tidak ada yang bisa dibuktikan. Setelah beberapa saat, Nyonya Du melahirkan seorang anak untuk Wei Kun, dan kejadian itu pun berlalu begitu saja dan tidak terbongkar.
Mereka perlahan melupakannya, lupa bahwa kediaman sang Duke pernah mempunyai nona keempat.
Hanya mengingat anak-anak dari Nyonya Du, Wei Zheng dan Wei Changmi.
Changhong dan dirinya adalah penghalang dalam kehidupan Nyonya Du. Saat dia mengusir mereka, maka seluruh jalan di hadapannya pun tidak mempunyai penghalang lagi.
Kalau dia tidak bisa mengusir mereka, dia akan jauh terpuruk dengan mengerikan.
Dia ingat kalau Nyonya Du melahirkan seorang putra. Memperhitungkan hari pembuahannya, sepertinya itu cocok. Nyonya Du ingin menggenggam hati Wei Kun dengan memanfaatkan putranya ini, tapi sayangnya, putranya tidak sesuai harapannya. Tanpa niat belajar atau kemampuan, tanpa ambisi, menghabiskan hari-harinya berfoya-foya dalam kebejatan, dia merupakan tipikal tuan muda yang hedonis.
Sebelumnya, Wei Luo menyaksikan Wei Changmi menghajar orang sampai mati di jalan. Orang yang menjadi lawannya itu ternyata salah satu pelayan yang dekat dengan penerus Pangeran Rui. Setelah kejadian itu dilaporkan pada pihak berwajib, dia pun dimasukkan ke dalam penjara, di mana dia tidak menjalani hari-harinya dengan baik.
Nyonya Du sangat mencemaskan putranya ini. Dia sudah memanjakannya dengan luar biasa semenjak kanak-kanak. Bahkan jika dia ingin membawa putranya kembali ke jalan yang benar, dia tidak tahu harus mulai dari mana.
Wei Luo merenungkan dengan penuh kebencian, jika dia mempunyai adik lelaki seperti itu, maka mati seratus kali pun jauh lebih baik.
Tuan ketiga, Wei Chang, memandangnya dalam waktu lama tanpa bersuara.
Ah Luo memanggilnya lagi: “Paman ketiga?” Wei Chang mendadak tersadar dari lamunannya, dan mengulurkan tangan untuk mengusap kepalanya. Ekspresi wajahnya yang penuh kebencian saat dia menghadapi Wei Kun, sudah sepenuhnya berubah menjadi raut penuh kebaikan, “Ah Luo kecil, bagaimana kamu tahu kalau nanti akan muncul adik lelaki?”
Ah Luo semakin menyerupai ibunya, terutama sepasang matanya yang cerah. Tanpa bisa dicegah, dia mengingat Jiang Miaolan saat menatap gadis kecil itu.
Nada suara Wei Luo lembut dan kekanakan: “Aku tidak menginginkan adik perempuan, Wei Zheng sama sekali tidak menggemaskan.” Wei Chang tersenyum, wajahnya terlihat pahit dan sinis, “Begitukah?”
Tidak ada lagi kata-kata yang bisa diucapkannya dan dia pun berjalan menjauhi paviliun itu. Saat dia berjalan pergi, dia berbisik hampir tidak kentara: “Kalau dia ada di sini, maka tidak akan ada Wei Zheng ….” Meski sangat perlahan, Wei Luo masih mendengar kalimat itu.
Dia sangat penasaran akan ibu kandungnya. Wanita macam apakah dia, sehingga menelantarkan anak-anaknya langsung setelah mereka lahir? Apakah ibunya mencintainya dan Changhong? Apakah itu sebanding dengan cinta Nyonya Du pada Wei Zheng?
Wei Luo tidak tahu.
Paviliun penerimaan tamu perlahan menjadi kosong, dia masih berdiri di pintu masuk tanpa bergerak. Semakin lama memikirkannya, semakin marah dirinya.
Ibu orang lain akan melindungi anak-anak mereka, tapi di manakah ibunya dan Changhong? Apakah ibunya benar-benar mati? Atau dia hanya pergi seperti yang dikatakan oleh tante keempat?
Daripada membayangkan Jiang Miaolan pergi, Ah Luo lebih berharap kalau ibunya sudah mati. Karena dengan begitu, dia bisa menipu dirinya bahwa ibu mereka mencintainya, meninggalkan mereka sendiri bukan karena kehendaknya sendiri. Kalau dia tidak mati, tapi ternyata menelantarkan mereka, maka sepanjang hidupnya, Wei Luo tidak akan pernah memaafkannya. Ah Luo menatap lurus ke sebuah vas besar dengan pola bunga lotus berkelok-kelok di hadapannya. Seakan-akan dia menatap Jiang Miaolan, dia tiba-tiba menjulurkan tangannya dan mendorong vas itu dengan keras.
Ketika dia kembali tersadar, suara vas yang pecah itu bergema di telinganya, jatuh dengan keras, pecahan keramik itu terserak ke segala arah. Ah Luo berdiri di samping vas yang pecah itu, kepalanya tertunduk, tidak seorang pun bisa melihat apa yang dipikirkannya.
Changhong menemukannya karena suara keras itu dan berhenti di belakangnya. Dengan suara pelan, dia bertanya sambil terkejut: “Ah Luo, apa yang kamu lakukan?” Pundaknya terkulai, dia tidak ingin Changhong melihat sisi dirinya yang muram ini. Dengan cepat memperbaiki suasana hatinya, dia mengangkat tangan untuk menepuk pipi, dan berbalik untuk pergi ke sisi Changhong.
Dia memegang tangan adiknya untuk berlari bersama, dan dengan seulas senyum lebar di wajahnya, dia sama sekali tidak terlihat bersalah: “Aku tidak sengaja menabrak vas itu sampai jatuh/ Mari pergi, saat nenek mengetahuinya dia pasti akan marah!”
Changhong ditarik pergi, dengan ekspresi tidak berdaya di wajahnya. Ah Luo terus berlari di depannya sambil berpikir, dia tidak mempunyai seorang ibu, tapi dia mempunyai Changhong, dan juga dirinya sendiri. Nyonya Du percaya kalau dia bisa lolos tanpa terluka? Ini masih belum berakhir, mereka belum selesai. Dia mempunyai banyak cara untuk membalasnya.
Bagaikan vas bunga itu, dia ingin melihat Nyonya Du jatuh, hancur dan mengalami kematian yang mengerikan.