I, Who Own a Cheat Skill From Another World, Became Peerless in the Real World (Level Up Changed My Life) (English to Indonesian Translation) - Bab 3
Setelah itu, aku memikirkan cara untuk merapikan kembali senjata-senjata yang tergeletak di luar. Lalu aku teringat dengan skill [ Kotak Barang ] yang sebelumnya telah kudapatkan, dan akhirnya aku mencoba untuk menggunakannya.
Namun, aku tidak tahu caranya, cara untuk mengaktifkan skill ini. Tanpa sadar aku mengucapkan [ Kotak Barang ] dalam hatiku, lalu sebuah ruang hitam muncul di depanku.
Kemunculannya yang tiba-tiba membuatku duduk terjatuh, namun aku menyadari bahwa aku dapat membuatnya muncul dan menghilang sesuai dengan kehendakku.
Kemudian aku melemparkan pulpen dari rumahku ke dalam ruang hitam itu.
Setelah itu, begitu ruang itu menghilang dan muncul kembali, dengan penuh rasa takut, aku memasukkan tanganku ke dalamnya dan seketika itu informasi tentang benda yang terdapat di dalamnya masuk ke pikiranku. Setelah mengetahui hal itu, aku melempar semua senjata yang berserakan di tanah ke dalam Kotak Barang satu per satu.
Tentu saja, aku telah memastikan bahwa aku bebas mengambil dan menaruh kembali senjata di dalamnya. Akan sangat menakjubkan jika hal ini bisa dilakukan di Bumi juga.
Setelah memastikan hal itu, aku pun menyiapkan mental untuk kembali melewati pintu misterius ini menuju ke ruangan gudang tempat barang-barang aneh berserakan.
Ini semua…. bukanlah mimpi….
Untuk sesaat aku terdiam. Hingga suara perutku membawa kesadaranku kembali. Seketika aku pun melirik ke arah jam dan ternyata waktu sudah menunjukkan siang hari.
Yang mana hal ini membuatku menarik sebuah kesimpulan, bahwa aliran waktu yang berjalan di bumi dan di sisi lain pintu berjalan dengan sama. Aku senang dengan hal ini.
Aku pun pergi ke dapur lalu membuka kulkas, namun di dalamnya hanyalah debu es.
“Wah…. seharusnya aku pergi membeli bahan masakan, tapi….”
Itu sangat merepotkan jika aku malah pingsan di jalan sebelum aku sampai di supermarket.
Dengan segera aku mengambil dompetku lalu pergi ke minimarket terdekat.
Sesampainya aku di sana, aku melihat suatu kejadian yang menarik.
“Halo, halo nona cantik. Kami ini lelaki yang baik hati, lho! Bagaimana kalau kita minum teh bersama?”
“Sudah kukatakan berulang kali! Tolong, tinggalkan aku!”
“Ayolah nona~”
Aku melihat sekelompok pemuda nyentrik sedang mengganggu seorang gadis yang sepertinya seumuran denganku.
Minimarket ini berada di daerah perumahan, jadi seharusnya ada banyak orang yang lewat. Tetapi mereka ini malah merayu gadis di tempat seperti ini, apalagi di depan minimarket!
Para pemuda itu masih bersikukuh namun si gadis terlihat membencinya dan mencoba kabur dari mereka.
Dan meskipun di sini ada banyak orang lewat, semuanya bertindak seolah mereka tidak melihat apa pun.
Tak lama, salah seorang dari pemuda itu menarik lengan si gadis.
“Ayo sudah, ikut kami!”
“Tak usah takut, kami tak akan berbuat jahat!”
“Tidak mau! Lepaskan aku!”
“Emm…. Hei!” tanpa sadar aku berteriak kepada mereka.
“…..Hah?!”
Dengan sekejap, sekelompok pemuda itu langsung mengalihkan pandangannya ke arahku. Tatapan mereka sangat tajam, seperti mereka sedang memandang lemah diriku ini.
…..Sebenarnya aku takut sekali dan ingin mengabaikan kejadian ini. Namun, jika kakekku ada di sini, beliau pasti akan langsung menolongnya tanpa berpikir dua kali. Kakekku adalah seseorang yang suka menolong orang yang kesusahan tanpa adanya keraguan dalam benaknya.
Meskipun beliau diperlakukan secara munafik dan dikatai seorang yang aneh, itu semua tidak mengubah apa yang beliau percayai. Itulah kenapa aku mencintainya dan bangga padanya.
Oleh karena itu, mulutku terbuka dengan sendirinya.
“Apa apaan kau gendut! Ini bukan urusan kau!”
“Ng-nggak kok, ehh…. aku….. Kupikir gadis itu tidak suka…..”
“Hah?!”
Merasa tersinggung dengan yang kuucapkan, mereka melepaskan gadis itu dan langsung mengepungku.
“Hei gendut, kau menghina kami ya?!”
“Bukan, bukan begitu maksudku…..”
“Kau sudah mengusik kami, menyebalkan!”
“Gyah!?”
Mereka langsung menghajarku habis-habisan.
Aku pun terjatuh ke tanah, namun mereka tidak berhenti sampai di situ. Tetapi mereka malah menendang sekujur tubuhku.
“Jangan ganggu urusan kami, dasar gendut!”
“Dasar kau menjijikkan!”
“Matilah kau gendut!”
Wajahku, dadaku, perutku, semua kesakitan.
Aku merasakan diriku hampir hilang kesadaran setiap adanya tendangan keras pada tubuhku.
Setelah beberapa saat, mereka tiba-tiba berhenti menendangku sembari memperlihatkan wajah yang pucat.
“Woi, ada polisi!”
“Hah!? Ayo tinggalkan dia!”
“Seseorang ada yang melaporkan kita? Ayo kabur!”
Sepertinya ada seseorang yang melaporkan mereka ke polisi, sehingga mereka berlari sekencang itu.
Seluruh badanku terasa nyeri, tapi belum sampai tahap di mana aku tidak bisa menahannya. Dan bahkan aku tidak merasakan adanya patah tulang.
….Ah! Ini berbeda dengan daya tahan diriku yang sebelumnya. Sepertinya ada sesuatu yang mengganjal di pikiranku.
Jika ini terjadi pada diriku yang sebelumnya, aku bisa saja langsung pingsan. Namun sekarang aku dapat menahannya, meskipun hampir pingsan.
Apakah ini karena efek skill [ Endurace ] ?
Walaupun aku sudah mengeceknya dengan skill [ Appraisal ] sebelumnya, aku tak menyangka kalau skill ini dapat berlaku juga di bumi.
Si gadis yang tadi pun langsung berlari ke arahku untuk membantu aku bangun.
“Apakah kamu baik-baik saja? Ambulans akan datang sebentar lagi….!”
“Ah… tidak usah mbak, aku baik-baik saja kok…. Jadi tidak perlu memanggil ambulans….”
“Ta-tapi….”
“Beneran kok…. aku tidak apa-apa….”
Aku benar-benar terharu melihat gadis ini begitu khawatirnya kepada diriku yang sejelek ini. Sembari menahan rasa sakit, aku pun berdiri lalu berkata….
“Tadi itu membahayakan, mbak…. Jadi lain kali hati-hati ya.”
“Eh?!”
Gadis itu keheranan, dan aku pun mulai berjalan menjauhi dirinya.
Aku pun tak mengerti perasaanku yang sebenarnya, tapi aku merasa hatiku sakit di saat aku menjauhi orang yang khawatir denganku.
Namun kukira dia akan ketakutan, karena dia baru saja dikepung oleh banyak lelaki. Aku ini lelaki juga, jadi mungkin saja dia akan takut jika berada dekat denganku? Aku tidak tahu, tapi inilah yang kupercayai.
Ya, lain halnya jika aku tidak dianggap sebagai seorang lelaki atau bahkan seorang manusia, maka hal itu menjadi tak masalah.
Sembari merenung, tak lama polisi datang juga. Ada 2 petugas wanita dan 1 petugas pria.
Setelah melihat polisi itu, si gadis pun merasa lega.
“Kami baru saja menerima sebuah laporan….”
“Ah, itu aku yang melapor. Tadi aku dikepung oleh beberapa pemuda, kemudian orang ini datang menolongku! Setelah itu…..”
Gadis itu memberikan laporan secara rinci tentang apa yang terjadi kepada polisi. Hanya aku yang terluka, jadi tidak ada permasalahan lebih lanjut.
….. Cukup aneh memang, karena hanya aku yang terluka.
Setelah investigasi sederhana selesai, tampaknya para polisi itu akan mengantar pulang gadis itu.
Kemudian mereka menatapku.
“Kami akan mengantarmu pulang juga. Di mana rumahmu?”
“Eh, ah… tidak perlu…. Aku bisa pulang sendiri, aku datang ke sini untuk membeli sesuatu kok….”
“Oh begitu…. Ya sudahlah, hati-hati di jalan.”
Ketika polisi hendak mengantar gadis itu pulang, tiba-tiba dia datang kepadaku lalu menunduk hormat.
“Tadi itu, terima kasih telah menolongku!”
“Eh? Oh iya, tidak usah dipikirkan…. Lagi pula, aku tidak melakukan apa-apa.”
“Bukan begitu! Maksudku, aku sangat senang! …..Emm, kalau boleh, bisakah kau beri tahukan namamu?”
“Eh? Aku…. namaku Tenjo Yuuya.”
“Oke Yuuya. Terima kasih banyak ya, lain kali aku akan membalas budimu.”
“Ti-tidak usah repot-repot. ….Y-ya sudah, hati-hati di jalan….”
Karena sudah lama tidak berbicara dengan orang normal, pembicaraanku menjadi terbata-bata hingga akhirnya kami pun berpisah.
….. Wajahnya, aku sama sekali tidak bisa melihatnya.
Lagi pula sebelumnya, aku tidak pernah berbicara dengan seorang gadis. Dan kalau pun aku melakukannya, itu hanyalah pembicaraan searah dari mereka yang mencaci maki terhadap diriku.
Berkat pengalaman itu, aku menjadi lemah di hadapan gadis.
Meskipun begitu, walaupun hanya sebentar, gadis tadi sempat mengkhawatirkan aku.
Sepertinya dia gadis yang baik hati, kuharap dia selalu senang untuk seterusnya.
Setelah lama berpikir, sebelum aku pergi ke minimarket untuk belanja seperlunya, akhirnya aku pergi ke supermarket membeli bahan masakan, kemudian pulang dan mampir ke minimarket sebelum aku pulang ke rumah.