I've Transmigrated Into this Movie Before (English to Indonesian Translation) - Episode 174 (TAMAT)
- Home
- I've Transmigrated Into this Movie Before (English to Indonesian Translation)
- Episode 174 (TAMAT) - Life Theater
EPISODE 174
LIFE THEATER
“Pembohong! Pembohong! Pembohong!” Ning Ning dengan frustasi dan marah berteriak sambil lanjut berlari. “Kamu pembohong! Kamu tidak berniat untuk kembali sama sekali!”
Semua orang tahu alasan orang bertopeng itu mundur. Pasti sudah ada orang, orang yang memenuhi semua persyaratan, yang bersedia menjadi penjaga pintu.
Daripada kamu, mengapa tidak biarkan aku saja yang jadi penjaga pintu?
“Aku disini!!” Ning Ning berhenti di belakang sekelompok orang bertopeng, mereka memblokir pintu masuk bioskop. Seperti armada sepeda motor yang menghalangi sebuah pertigaan, orang di luar tidak bisa masuk, orang di dalam tidak bisa keluar. Dia menarik napas dalam-dalam dan berteriak pada mereka, “Apakah kamu tidak ingin menangkapku? Lakukan dengan cepat, kalau tidak aku akan lari!”
Beberapa dari mereka melihat kearahnya sebelum mereka terus berdesakan dalam kerumunan.
“…Kenapa kalian semua tidak datang untuk menangkapku?” Ning Ning berjalan ke arah mereka. Tiba-tiba, lengannya menegang, dia diseret kembali oleh Wen Yu.
Ning Ning berjuang berulang kali dan ditampar wajahnya oleh Wen Yu.
“Tenang!” Wen Yu meraung padanya.
Ning Ning memegangi wajahnya, rasa sakit itu terasa menyengat.
“Kakak ternyata tidak mengecewakanmu,” Wen Yu menekan bahu Ning Ning dan berkata dengan ekspresi suram, “… Jadi tolong jangan mengecewakannya juga.”
Udara dipenuhi dengan bau darah, diikuti dengan tawa histeris dari orang-orang bertopeng.
“Dasar pengkhianat!”
“Bunuh dia, bunuh dia!”
“Selesai dengan indah!”
“Biarkan aku memberikan pukulan terakhir!”
“Apa yang kamu tunggu?” Wen Yu meraih tangan Ning Ning, “Mulailah berlari!”
“…Ahhh!!” Ning Ning mulai berlari bersamanya. Dia menangis serak sambil berpikir usahanya menjadi sia-sia sambil berlari.
Mengapa manusia begitu lemah? Mengapa dirinya begitu lemah? Dia bahkan tidak bisa menyelamatkan orang yang paling dia cintai, dia tidak bisa melakukan apapun pada saat yang genting, dia hanya bisa melarikan diri seperti anjing yang dibuang.
Keributan di belakangnya berlanjut, pembunuhan di bioskop berlanjut, sampai sebuah suara berkata …
“Sudah berakhir.”
Keributan berhenti, kerumunan secara bertahap bubar. Beberapa orang bertopeng yang agresif keluar dari teater, yang memimpin mereka adalah Topeng Kelinci, orang itu memegang topeng giok di tangannya.
Topeng giok dengan mata berwarna persik.
Dia melemparkan topeng giok ke tanah dan tertawa dingin, lalu menatap punggung Ning Ning dan berkata, “Selanjutnya kamu.”
Drap, drap—langkah kaki terdengar, seperti ada sepuluh ribu kuda berlari di belakang Ning Ning dan Wen Yu.
“Percepat!” Wen Yu berteriak, “Mereka mengejar.”
Awalnya, Ning Ning dipenuhi dengan harapan, lalu tak lama berubah menjadi air mata. Dia melihat ke belakang dan bergumam, “Mereka tidak akan membiarkan dia begitu saja dan mengejarku, Shi Tou Ge …”
Kamu bilang kamu akan kembali, tapi tidak ada topeng milikmu diantara kerumunan orang bertopeng yang mengejarku.
Tak satupun dari mereka yang mengenakan … topeng giok milikmu dengan sentuhan persik di ujung matanya.
Saat mereka berlari ke pintu masuk gang, Wen Yu berbalik dan bergegas masuk ke gang. Ada tali jemuran di atas kepalanya, ada selimut yang digantung untuk dijemur di tali itu. Dengan embusan angin, selimut itu jatuh dan menutupi mereka. Selimutnya berwarna seputih salju sehingga menyatu dengan kabut. Wen Yu memeluk Ning Ning dan meringkuk di bawah selimut, langkah kaki di luar terbagi menjadi dua kelompok, satu kelompok memasuki gang dan berlari melewati mereka.
Setelah langkah kaki semakin jauh dari mereka, Wen Yu melemparkan selimut ke samping, menarik Ning Ning dan berlari keluar gang.
“Berhenti,” Ning Ning bertanya, “Ke mana kita akan pergi?”
Mereka jelas sedang menuju ke arah asal mereka tadi.
“Rute lain diblokir,” kata Wen Yu, “Hanya ada satu rute yang tersisa — kita akan kembali ke Life Theater.”
“Ide bagus!” Mata Ning Ning berbinar, wajahnya penuh harapan, suaranya terdengar bersemangat, “Shi Tou Ge pasti menunggu kita di sana!”
Langkah kaki Wen Yu terhenti sejenak, dia mengakuinya sambil terus membelakangi Ning Ning.
Ning Ning mengikutinya dalam diam selama beberapa langkah sebelum dia tiba-tiba menangis. “…Kamu berbohong.”
Wen Yu terkejut, dia balas menatap Ning Ning.
“Shi Tou Ge berbohong padaku, kamu juga berbohong padaku.” Wajah Ning Ning dipenuhi air mata, dia tersedak, “Kamu tidak kembali untuk mencarinya … Kamu sama dengan dia, kamu ingin kembali agar menjadi penjaga pintu.”
Wen Yu membuka mulutnya, lalu dia menghela nafas. Dia menekan bagian tengah alisnya dan bergumam dengan tidak sabar, “Kakak memang lebih baik dalam hal-hal seperti berbohong, aku langsung ketahuan dalam sekejap.”
“Kamu tidak kuizinkan untuk pergi!” Ning Ning memeluk lengan Wen Yu dan menangis. “Jika kamu tidak bisa lari, aku akan menahanmu. Kita akan pergi bersama atau mencari tempat persembunyian, kita akan menunggu sampai matahari terbit dan polisi datang…”
“Bahkan ketika matahari terbit, orang-orang bertopeng tidak akan hilang. Bahkan jika polisi datang, mereka tidak dapat melihat mereka.” Wen Yu tertawa terlepas dari situasi mereka yang sangat mengenaskan ini, dia menyentuh air mata di wajah Ning Ning dan berkata dengan sedih. “…Jadi memang harus ada yang menjadi penjaga pintu.”
“Jangan harap.”
Wen Yu dan Ning Ning sama-sama terkejut, lalu mereka berdua melihat ke depan dengan hati-hati.
Topeng Kelinci berjalan keluar dari kabut, empat pria mengikuti di belakangnya, masing-masing dari mereka tampak garang seperti iblis, mereka memancarkan aura yang mirip dengan badai.
“Aku tahu ada kemungkinan kalian berdua kembali.” Si Topeng Kelinci mengeluarkan belati dan tertawa dingin, “Jadi aku menunggu kalian.”
Dia menurunkan tubuhnya dan bergegas ke arah mereka. Dia ingin menggunakan belati di tangannya untuk menusuk dada Wen Yu, tetapi Wen Yu berbalik ke samping, belati itu menyabet sikunya. Saat pisau jatuh ke tanah, lutut Wen Yu diarahkan untuk menendang perut Si Topeng Kelinci.
Saat Topeng Kelinci sedang muntah-muntah, Wen Yu membungkuk dan mengambil belati itu, berkata, “Terima kasih… Pergi bersembunyi!”
Kata-kata pertamanya ditujukan pada Topeng Kelinci, kata-kata berikutnya ditujukan pada Ning Ning.
Ning Ning dengan panik berbalik dan berlari menuju trotoar. Sejumlah toko yang masih buka berjejer di pinggir jalan, lampunya dinyalakan, tapi tidak ada siapa-siapa di dalamnya, mereka semua kabur. Dia sepertinya baru saja bergegas ke toko serba ada dan menutup pintu ketika Topeng Kelinci menerkam pintu tersebut dari luar, pria itu menatapnya dengan mata merah melalui pintu kaca.
“Abaikan dia!” Orang-orang bertopeng yang sedang menyerang Wen Yu berteriak, “Ayo tolong cepat, orang ini sangat sulit untuk dihadapi!”
“…Aku datang!” Si Topeng Kelinci menjawab tetapi dia tidak segera kembali untuk membantu, dia malah melihat sekelilingnya sejenak. Dia membawa sepeda yang diparkir di trotoar, lalu menggunakannya untuk memblokir pintu masuk toko serba ada. Dia tersenyum kejam pada Ning Ning. “Tunggu di sini, kamu berikutnya.”
Tidak mungkin Ning Ning akan menunggu dan tidak melakukan apa-apa.
Dia berbalik dan kembali menjelajah dalam toko serba ada itu. Tokonya tidak besar, segala macam jajanan diletakkan di tiga rak kayu. Ada beberapa uang receh di konter, sepanci kecil oden bersama dua kepal nasi.
Apakah pelanggan dan penjaga toko melarikan diri? Ning Ning memasuki area staf. Untungnya, dia menemukan jendela di sana. Jendelanya tidak di las dengan jendela anti-maling, di sisi lain jendela terdapat trotoar lain.
Jendelanya tidak besar, Ning Ning bersyukur bahwa dia adalah seorang aktris dengan profesi — profesi yang membuatnya selalu diet (ketat).
Dia melepas atasannya, mencoba yang terbaik untuk mengurangi massa tubuhnya. Ning Ning merangkak keluar dari jendela. Setelah dia jatuh ke tanah, dia melihat sekeliling dengan ragu-ragu, lalu menggertakkan giginya dan berlari menuju teater.
Dia tidak akan berguna jika hanya diam saja.
“Hanya ada satu hal yang bisa aku lakukan …” pikir Ning Ning sambil berlari.
Ketika mereka datang, mereka datang berpasangan.
Ketika mereka melarikan diri, mereka melarikan diri berpasangan.
Dan sekarang hanya dia yang tersisa.
Saat dia berlari dan berlari, suara pengejar tiba-tiba terdengar di belakangnya. Dia dikejar oleh Si Topeng Kelinci sambil berteriak dengan putus asa, “Aku melihatnya! Dia di depan! Di depan! Kejar dia!”
Air mata mengaburkan pandangannya, mereka mengejarnya, jangan bilang kalau Wen Yu…
Sebuah tangan terulur di belakangnya dan dengan kejam menjambak rambut Ning Ning.
Ning Ning berteriak kesakitan, tetapi dia tidak berhenti berlari, dia malah berlari lebih cepat. Dia meninggalkan orang itu dengan segenggam rambut beserta kulit kepala yang berlumuran darah.
Kabut mengepul seperti ombak di lautan, Life Theater tepat di depannya.
“Aku tidak akan membiarkanmu menang!” Si Topeng Kelinci menerkamnya dari belakang dan menyebabkan dia jatuh ke tanah.
“Lepaskan!!” Ning Ning ditahan oleh Topeng Kelinci, dia tidak bisa berdiri sama sekali, dia hanya bisa berbaring di tanah dan mencoba sebisanya untuk berjuang. Dia menggunakan kedua tangan dan kakinya untuk merangkak menuju teater, air mata mengalir di pipinya. Dia tidak ingin tidak bisa melakukan apa-apa selain menangis, dia tidak ingin tidak bisa menyelamatkan siapapun selain menangis, hanya ada satu hal yang bisa dia lakukan, ada satu hal yang harus dia lakukan …
Jari-jarinya akhirnya menyentuh tangga di depan pintu masuk teater, tetapi langkah kaki yang tak terhitung jumlahnya terdengar di belakangnya. Ning Ning mendongak dan berteriak di pintu masuk teater, “Aku dengan sukarela menjadi penjaga pintu! Aku dengan sukarela menjadi penjaga pintu!!”
Pintu Life Theater tetap tertutup rapat, tidak ada tanda-tanda jawaban sama sekali.
Sebaliknya, langkah kaki orang-orang bertopeng itu semakin dekat dan dekat, semakin keras dan semakin keras.
Jejak keputusasaan melintas di mata Ning Ning. Apakah dia gagal? Padahal dia sudah sampai di sini, padahal dia baru saja melewatkan langkah terakhir. Dia berteriak ke bioskop, “Biarkan aku menjadi penjaga pintu! Kamu dulu mengatakan bahwa aku memenuhi persyaratan. Aku bisa menjadi penjaga pintu! Biarkan aku, aku mohon, biarkan aku menjadi penjaga pintu!!”
“Kami sudah menyusul!” Sebuah keributan terdengar disertai langkah kaki, sejumlah besar orang bertopeng akhirnya menyusul.
Sebuah kaki diangkat tinggi-tinggi lalu menginjak dengan paksa tangan Ning Ning, kaki itu menginjak dan memelintir dari kiri ke kanan demi menggilas tangan agar Ning Ning melepaskan pegangannya pada anak tangga.
Ning Ning lebih baik mati daripada memindahkan tangannya. Suara tulang patah terdengar, tapi Ning Ning tetap tidak memindahkan tangannya, wajahnya dipenuhi air mata. Dia mengulangi satu kalimat itu tanpa henti, “Biarkan aku menjadi penjaga pintu! Biarkan aku menjadi penjaga pintu…”
“Itu tidak akan berhasil.”
Kaki yang sibuk berputar ke kiri dan kanan berhenti, orang bertopeng semua mendongak, orang bertopeng lain juga ikut mendongak, semua orang bertopeng melihat ke arah suara itu.
Ning Ning melihat kedepan dengan tertegun.
“Kamu tidak bisa menjadi penjaga pintu …”
Pintu teater perlahan terbuka ke samping, kabut putih yang lebih tebal merembes keluar dari dalam, menghalangi pandangan semua orang, suara yang familiar dan paling mengharukan di dunia itu berkata dengan tenang di telinga Ning Ning.
“Karena…”
Topeng perlahan muncul dari kabut tebal, topeng itu terbuat dari batu giok, dengan sudut matanya diwarnai dengan warna persik yang cemerlang.
“Aku sudah menjadi penjaga pintu.”
Disertai dengan kata-kata ini, kabut yang tak habis-habisnya mengepul ke arah topeng itu. Rambut hitam panjang tumbuh dari topeng itu, anggota badan yang ramping, tubuh yang bugar dan sehat—demi memerangi dan mengawasi semua orang bertopeng, bioskop akan memberimu tubuh terkuat!
“Cepat hentikan dia!” Topeng Kelinci melolong.
Tidak ada yang memperhatikan Ning Ning lagi, mereka semua melolong dan bergegas ke Shi Zhong Tang! Saat si Topeng Kelinci menyentuh topeng itu dengan tangannya…
Shi Zhong Tang perlahan membuka matanya.
Sudut matanya yang berwarna persik tiba-tiba mekar menjadi kelopak bunga persik, tampak seperti bunga dan air mata yang sedang mengalir dari sudut matanya.
Itu adalah bunga persik yang mekar saat pertama kali kita bertemu, mekar di mataku, mekar di hatiku.
Shi Zhong Tang tiba-tiba memegang kelopak itu. Kelopak berubah menjadi gagang, pedang panjang dengan cepat tumbuh dari gagang itu. Satu sisi bilahnya masih terbungkus cukup banyak cabang bunga persik. Shi Zhong Tang melambaikannya, ranting-rantingnya bergetar, kelopaknya kaya dan beragam, sekelompok orang termasuk Topeng Kelinci menarik kembali tangan mereka dan berteriak sambil perlahan mundur.
“Dia hanya satu orang!” Si Topeng Kelinci memegang tangannya yang terluka sekali lagi dengan putus asa. “Dia hanya memiliki satu pedang… kan?”
Bunga persik berputar-putar saat melayang di depannya.
Si Topeng Kelinci perlahan mendongak.
Tidak diketahui kapan itu terjadi, tetapi langit dipenuhi dengan bunga persik.
Dengan bunga sebagai gagangnya, pedang perlahan tumbuh dari tengah bunga. Satu per satu, mereka memenuhi langit, ujung pedang semuanya mengarah ke tanah, titik-titik cahaya pucat menyinari pupil setiap orang bertopeng.
“Ah… Ah…” Si Topeng Kelinci tercengang sesaat sebelum dia tiba-tiba berteriak, “Lari!!”
Pada saat yang sama, pedang bunga itu jatuh dari langit pada saat yang sama, seperti hujan meteor yang bersinar.
Di tengah sinar lampu yang gemerlap, Shi Zhong Tang perlahan berjalan ke Ning Ning. Dia berjongkok dan berkata, “Mengapa kamu berusaha begitu keras? kamu masih punya aku, kan?”
Ning Ning tidak dapat menemukan kata-kata, dia hanya bisa membiarkan air matanya mengalir tanpa henti.
“Lain kali, kamu tidak perlu berusaha sekeras ini.” Shi Zhong Tang menyentuh wajahnya dan berkata dengan sedih, “Aku akan melindungimu, di mana pun aku berada, tidak peduli apa pun sosok diriku …”
Topeng demi topeng kehilangan tubuh mereka setelah cahaya menembus mereka, mereka jatuh ke tanah dengan suara gedebuk keras. Suara yang terdengar satu demi satu terdengar seperti sebuah iringan musik.
Ketika lagu berakhir, terdengar suara tawa yang terdengar seperti pria sekaligus wanita, seperti orang tua sekaligus anak muda dari dalam bioskop.
“Kamu telah membawakanku penjaga pintu terbaik. Terima kasih, Ning Ning.” Suara itu berkata, “Aku mendapatkan apa yang aku inginkan, kamu juga akan mendapatkan apa yang kamu inginkan.”
Ning Ning tertegun sejenak, lalu dia dengan cepat berkata, “Apa maksudmu? Tunggu! Shi Tou Ge, kamu mau kemana? Kembali! Kembali!!”
Kabut tebal berangsur-angsur menghilang, bioskop dalam kabut juga berangsur-angsur menghilang. Shi Zhong Tang menatapnya dengan penuh kasih, tetapi tubuhnya perlahan-lahan bergerak mundur.
“Kamu sudah berjanji!” Ning Ning berteriak, “Kamu pasti akan kembali!”
“Iya!” Shi Zhong Tang tersenyum padanya, “Jadi, kamu pasti harus menungguku …”
Menunggu… hari dimana kita bertemu lagi.
****
Satu tahun kemudian.
“Ini, Ning Kecil, cobalah teh ini.”
Ning Ning mengambil teh panas dari tangan sutradara dan menyesapnya, dia bertanya, “Kapan kita akan mulai syuting?”
Wajah orang itu penuh dengan rasa malu dan canggung. “Aku sudah menyuruh mereka untuk bergegas, mereka bilang mereka akan sampai di sini dalam lima menit.”
Ning Ning tersenyum tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Semua komentar sudah dikatakan oleh orang-orang di dalam kru.
“Orang macam apa dia, dia masih tidak tiba di sini bahkan setelah satu jam, apakah dia pikir dia orang yang hebat? Bisakah dia dibandingkan dengan Ning Jie?”
“Apakah dia sedang mencari masalah? Saat Ning Jie marah, pemeran utama pria pasti akan berganti menjadi orang lain!”
“Ganti saja! Yang terbaik adalah mereka menggantinya dengan pangeranku yang menawan Chen Shuang He, mereka pasangan yang aku idamkan. ”
“Jangan begitu, aku dengar Ning Jie punya pacar, seseorang dari luar bisnis hiburan, seorang psikiater.”
Lima menit kemudian, direktur melihat arlojinya, lalu dia pergi sambil tersenyum dengan penuh murka … Dia pasti pergi untuk memarahi orang.
Ning Ning memegang cangkir teh di tangannya sambil duduk di kursi dengan linglung.
Satu tahun telah berlalu tanpa disadari. Keributan yang disebabkan oleh orang-orang bertopeng memang sempat menjadi topik hangat, semua orang mengatakan bahwa akhir dunia ada di sini. Tapi setelah aku pergi keluar negeri, orang-orang yang membicarakannya semakin sedikit. Tahun ini, tidak banyak orang yang mengingatnya.
Dia juga pernah kembali ke Jalan Rouge Nomor 35, namun hanya menemukan toko sarapan yang sudah dibuka di sana sejak lama. Dia bertanya kepada penjaga toko, dia bertanya kepada orang-orang di sekitarnya, semua orang mengatakan bahwa toko sarapan sudah ada dan telah dibuka selama satu dekade.
Semua yang dia alami seperti mimpi.
“Hm?” Ning Ning menoleh, teleponnya tiba-tiba berdering, dia mengulurkan tangan dan mengangkat teleponnya dan kemudian terkejut.
Ponselnya memiliki ikon aplikasi baru.
Ikonnya adalah gedung opera merah, namanya … Life Theater.
Ning Ning menatap ikon untuk waktu yang sangat lama. Jarinya diturunkan dan ditarik beberapa kali, pada akhirnya dia mengertakkan gigi dan mengetuknya.
Setelah layar proses terlihat sebentar, muncul tampilan layar login.
Karena dia sudah mengetuk sekali, mengetuk untuk kedua kalinya tidak begitu berat lagi, Ning Ning mengetuk tombol masuk.
Tiga opsi muncul.
Satu: Pintu Masuk Penonton.
Dua: Pintu Masuk Penyusup.
Tiga: Pintu Masuk Pemilik.
Ning Ning mengetuk opsi pertama, login gagal, dia ragu-ragu untuk waktu yang lama sebelum dia mengetuk opsi kedua, login gagal lagi.
“Aku masuk sebagai … pemilik?” Ning Ning mengerutkan alisnya, jari telunjuknya perlahan mengetuk opsi tiga.
Seorang anggota kru berjalan di belakangnya.
Di detik berikutnya.
Sekelompok pelanggan dan orang-orang bertopeng berjalan di belakangnya.
Ning Ning mendongak dengan linglung. Dia melihat sekelilingnya. Dia berdiri di ruang tunggu yang besar, di atas kepalanya tergantung lampu kristal besar, menerangi setiap sudut dengan cemerlang.
Ada mesin popcorn dan mesin gim cakar di aula, para pengunjung yang menunggu film dimulai berkumpul di sini, mereka berbelanja dan bermain-main di bawah bimbingan orang-orang bertopeng.
“Pemutaran berikutnya akan segera dimulai. Pelanggan, silakan lanjutkan ke aula nomor satu.”
Ning Ning dengan cepat melihat ke belakang. Orang-orang biasa dan orang-orang bertopeng berjalan melewatinya menuju aula yang dilapisi karpet merah.
“Ada tiga penumpang gelap, mereka saat ini berada di ruang tunggu. Bisakah penjaga pintu segera menangkap mereka, lalu mengantar mereka ke aula nomor dua.”
Tiga orang yang tampak seperti preman berlari melewati Ning Ning dengan tergesa-gesa. “Minggir!” Salah satu dari mereka mengulurkan tangan dan mendorongnya, Ning Ning didorong ke tanah.
Detik berikutnya, pedang cahaya yang tak terhitung jumlahnya menyusul mereka. Pedang menembus lengan baju dan celana mereka, memaku mereka bertiga ke dinding. Meskipun tidak ada dari mereka yang terluka, salah satu dari mereka marah, dua lainnya meraung seperti hantu dan melolong seperti serigala.
“Aku menyerahkannya pada kalian.” Suara malas terdengar di belakang Ning Ning, lalu terdengar jentikan jari. “Lakukan apa yang kalian mau kepada mereka sesuka kalian.”
Sekelompok orang bertopeng berlari dengan penuh semangat. Mereka menangkap ketiga penumpang gelap itu dan mengangkatnya ke atas kepala—tu, wa, tu, wa—seperti domba yang diangkut dalam pesta api unggun, mereka mengangkut penumpang gelap itu sambil mengeluarkan air liur.
“Turunkan aku!”
“Siapa kalian?!”
“Tempat macam apa ini?!”
Tiga penumpang gelap menghilang di balik pintu aula nomor dua sambil meratap.
Ning Ning menghela nafas, dia perlahan melihat ke belakang. “Tempat apa ini?”
“Ini Life Theater,” Shi Zhong Tang berlutut sambil tersenyum. “Ini seharusnya tidak terlalu aneh kan. Life Opera House berubah menjadi Life Theater, lalu berubah dari Life Theater menjadi aplikasi Life Theater—temanya selalu berevolusi.”
“Berevolusi? Bagaimana bisa?” tanya Ning Ning.
Shi Zhong Tang memiringkan kepalanya, lalu menekuk sikunya di depannya, memberi isyarat padanya untuk melingkarkan lengan Ning Ning di lengan Shi Zhong Tang.
“Ayo, aku akan memberitahumu sambil menonton film.” Dia menghela nafas dengan sedikit pahit. “Kita padahal baru bisa bertemu lagi setelah sekian lama, haruskah kita membicarakan orang lain?”
“…Kalau begitu kita akan membicarakannya lain kali.” Ning Ning melingkarkan lengannya di lengan pria itu, meminjam kekuatannya untuk menopangnya berdiri sambil menggunakan tangannya yang lain untuk menyeka air mata dari sudut matanya. “Kita kencan saja hari ini, oke?”
“…Tentu,” Shi Zhong Tang tertawa lembut, “Aku sudah menantikan hari ini.”
Malam ini, sebuah film baru diputar di Life Theater.
Di papan LED yang tergantung di atas pintu masuk dinding, kata-kata bergulir ke bawah dan judul film baru muncul.
Judul: Life Theater
Kata-kata dari Penulis:
Kotak itu terbelah menjadi empat bagian selama bertahun-tahun yang lalu, kemampuan pemiliknya juga terbagi menjadi empat, artinya setidaknya ada tiga orang lain yang dapat menantang otoritas Ning Ning sebagai Sang Pemilik… Tapi itu cerita lain lagi, aku tidak akan membahas tentang hal itu tahun ini! Menulis genre yang sama secara berurutan membuatku ingin mati! Biarkan aku menulis sesuatu yang lain! Tentang cinta yang murni!! Biar kuberitahu ya, aku memiliki seratus delapan puluh plot cinta murni di benakku, tunggu aku sampai memilih yang paling tidak menakutkan di antara mereka …
Kata-kata dari penerjemah:
Selamat buat kalian yang sudah berhasil bertahan hingga novel ini berakhir, jika ada yang bingung bisa ditanya di kolom komentar, jika tidak keberatan bisa traktir penerjemah dengan menekan tombol trakteer dibawah biar makin semangat menerjemahkan buat kalian dan terima kasih atas segala waktu dan komentar kalian selama ini. Sampai jumpa di novel lainnya.
Miminchi
Akhirnya selesai…
Tapi….ugh kok agak gantung sih, aarrgghh aku blm puas. Tapi ya udah deh, udah kehendak author 🙂
Dan juga terimakasih banget buat kakak translator karena sudah menerjemahkan novel ini❤️✧◝(⁰▿⁰)◜✧