Love Better Than Immortality / Spring Flower, Autumn Moon (English - Indonesian Translation) - Chapter 20 (1)
- Home
- Love Better Than Immortality / Spring Flower, Autumn Moon (English - Indonesian Translation)
- Chapter 20 (1) - Mirip Dengan Pernyataan Sungguhan
Chapter 20 (1) : Mirip Dengan Pernyataan Sungguhan
Silakan kunjungi blog terjemahan Inggrisnya.
CHQY Chapter 20: Similar To A Real Confession
Sewaktu mereka berjalan di sepanjang jalan, semuanya dalam suasana hati yang sangat buruk. Lusa adalah hari Tahun Baru, dan pelelangan Buah Umur Panjang akan digelar di Kota Ye Tan sesuai rencana. Sekarang, karena mereka hanya punya satu atau dua hari, belum lagi bergegas ke sana tanpa berhenti untuk makan dan istirahat, bahkan jika mereka mengirimkan merpati pos kepada Pengurus Zhao dan yang lainnya, tidak akan ada cukup waktu untuk mengumpulkan kekuatan mereka untuk menghadapinya.
Leng Zui sekonyong-konyong buka suara: “Akhirnya kita menemukan petunjuk tentang Tuan Shi. Orang ini telah mencuri Buah Umur Panjang dan menyalahkan ayahku.”
Lei Lei menggumam: “Tidak, ia sebenarnya tidak memiliki Buah Umur Panjang itu dan hanya menggunakannya untuk menipu semua orang agar pergi ke sana, lalu ia akan menghasut mereka untuk saling bunuh.”
Karena ia mengatakan ini dengan begitu percaya diri, semuanya pun agak tercengang.
Qin Liu Feng meliriknya: “Itu hanya dugaan. Jika Buah Umur Panjang benar-benar ada di tangannya, kita bisa melacak balik dirinya dengan mengikuti petunjuk itu dan menemukan kebenaran tentang apa yang telah terjadi antara Tuan Besar Bu dan mantan Ketua Leng.”
Itu bukan dugaan, semua ini pasti diatur oleh ge ge cantik. Ia sama sekali tidak memiliki Buah Umur Panjang itu, dan orang lain pastilah pembunuh yang membunuh Tuan Besar Bu dan mencuri Buah Umur Panjang!
Lei Lei benar-benar ingin membantahnya, tetapi tidak berani mengatakan itu karena ialah orang yang telah mengungkapkan rencana mereka pada Shang Guan Qiu Yue. Setelah menciptakan masalah ini, ia hanya bisa tetap diam karena takut ketahuan.
Gong zi berkata: “Apa yang paling penting saat ini adalah bagaimana keadaan di Kota Ye Tan.”
Dengan ini, semuanya pun terdiam.
Wen Xiang yang memimpin jalan tiba-tiba menghentikan langkahnya dan berbalik menatap He Tai Ping: “Kenapa Ketua He tidak mengirimkan merpati pos ke Kota Ye Tan? Mungkin masih sempat.”
Semua orang menggelengkan kepala mereka.
Tetapi mata He Tai Ping berbinar dan ia mengisyaratkan supaya ia melanjutkan.
Wen Xiang menggigit bibirnya: “Ayah … ku mungkin sudah pergi ke sana juga.”
Semua orang menyadari apa yang dikatakannya, dan mereka merasa senang, tetapi juga cemas.
Beruntungnya karena setelah mendengar kabar Buah Umur Panjang dari teman lamanya, Wen Ting menahan informasi itu dan tidak melaporkannya, menunjukkan bahwa ia berminat dengan Buah Umur Panjang. Karena ia tidak ada di Kota Bi Shui sekarang, kemungkinan besar ia menerima kabar itu di tengah jalan dan bergegas ke Kota Ye Tan. Sebagai ketua dari salah satu tiga faksi utama, apabila ia hendak bersaing untuk Buah Umur Panjang, tak diragukan lagi ia akan membawa serta jagoan-jagoan top faksi Xi Sha untuk membantunya.
Sayangnya, karena Wen Ting menginginkan Buah Umur Panjang, akankah ia mengikuti perintah?
Qin Liu Feng berkata: “Dengan pengaruh faksi Xi Sha dan kekuatan Ketua Wen, mereka mungkin bisa menundanya selama beberapa hari. Jika Ketua Wen bersedia untuk menolong, itu akan jadi jasa besar.”
Leng Sheng Yin mencibir.
“Masih ada beberapa prinsip yang akan dipahami Ketua Wen,” suaranya selembut biasanya, diwarnai dengan martabat seorang pemimpin.
He Tai Ping berkata dengan tegas, “Kita terdesak waktu, aku akan pergi ke pos merpati bersama Saudara Qin untuk menulis surat. Saudara Xiao dan Ketua Leng bisa mengikuti Nona Wen untuk mencari Pendekar Feng.”
Ia melihat ke si gong zi selagi ia menekankan: “Bawa ia ke penginapan dan tunggu kepulanganku sebelum menanyainya.”
Gong zi mengangguk: “Jangan khawatir.”
Jika mereka menanyainya di tempat, tidak masalah apabila Feng Qian Wei mengaku, tetapi jika tidak, Leng Sheng Ying mungkin akhirnya melakukan sesuatu karena keinginannya untuk balas dendam.
Setelah memberi pengarahan pada semuanya, He Tai Ping pergi bersama Qin Liu Feng.
***
Wilayah selatan Kota Bi Shui adalah daerah pemukiman, jadi itu tidak seramai daerah lainnya. Hari semakin larut sehingga ada bayangan-bayangan panjang di jalanan yang kosong dan langkah kaki mereka tampak sangat jelas. Wen Xiang memimpin semuanya untuk berhenti di depan sebuah pintu besar sebelum ia maju untuk mengetuknya.
Tak lama kemudian, pintunya terbuka dan seorang pelayan menjulurkan kepalanya keluar untuk menaksir semua orang dengan tampang curiga di wajahnya: “Kalian semua ….”
Gong zi berkata: “Kami di sini untuk menemui Pendekar Feng karena urusan mendesak.”
Setelah ragu-ragu sejenak, pelayan itu menjawab: “Baiklah, mohon tunggu sebentar ….”
Sebelum ia bisa selesai, teriakan seorang gadis terdengar dari dalam: “Apanya yang ‘baiklah’! Mereka mencari ayahku untuk berjudi lagi, suruh mereka enyah! Usir mereka!”
Suara itu menggema, sedikit melengking dan berbicara dengan sangat cepat. Dapat terlihat bahwa gadis ini bukan hanya jujur dan blak-blakan, tetapi ia juga pemarah.
“Baik, baik, baik,” seolah ia takut padanya, pelayan itu memasang senyuman dan menganggukkan kepalanya berulang kali, kemudian ia menoleh ke semuanya sambil tersenyum dan berujar dengan suara rendah, “Nona kami … bisakah kalian kembali besok?”
Gong zi mengerutkan kening: “Kami benar-benar punya urusan penting, bisakah aku merepotkanmu ….”
“Kenapa kau begitu bertele-tele dengan mereka, tak berguna!”
Satu tangan halus dan cantik terulur untuk mendorong pergi si pelayan. Kemudian, dengan bunyi “swish”, pintunya dibuka lebar-lebar dan di sana, berdirilah seorang gadis sekitar tujuh belas atau delapan belas tahun. Pakaiannya sederhana dan polos, tetapi mereka tidak dapat menutupi kecantikan alaminya. Ia memiliki wajah berbentuk oval, dengan bibir ceri, dan alisnya yang melengkung membuatnya tampak agak cerewet.
Dengan tampang marah di wajahnya, ia menunjuk-nunjuk semua orang dengan cambuk di tangannya selagi ia berkata dengan suara tegas, “Dengar! Ayahku tidak berjudi lagi, berhenti mencarinya, terima saja!”
Muncul dengan cambuk tepat di wajah mereka, kung fu nona ini lumayan bagus.
Gong zi minggir ke samping untuk menghindarinya.
Wen Xiang dengan cepat berkata: “Cai Cai, ini aku!”
Jelas bahwa gadis itu mengenalinya, ekspresi berangnya berubah jadi girang: “Kenapa kau di sini!” dan juga keraguan: “Mereka ….”
“Ini adalah putri Pendekar Feng, Feng Cai Cai,” Wen Xiang memperkenalkannya pada semua orang, kemudian ia meraih tangannya sambil tersenyum, “Tidak ada waktu untuk memberitahukanmu semua rinciannya. Ini adalah Xiao Gong zi dari Kediaman Bai Sheng dan itu … Ketua Leng. Kami di sini atas perintah Ketua He untuk berbicara dengan Paman Kedua Feng karena urusan mendesak.”
Mendengar nama ‘Kediaman Bai Sheng’, Feng Cai Cai melongo sejenak selagi ia menatap gong zi.
Lalu, wajahnya perlahan-lahan berubah merah dan ia berujar pelan: “Barusan ini, aku hanya mengira kalau … ayahku suka berjudi.”
Gong zi berkata dengan nada meminta maaf: “Mohon maafkan kami karena sudah lancang mengunjungimu. Apakah Pendekar Feng ….” ia melihat ke dalam rumah.
Feng Cai Cai langsung minggir ke samping: “Ayahku sudah tidur. Kurasa kalian di sini karena masalah penting. Silakan duduk di aula sementara aku memanggilnya.”
Gong zi mengangguk: “Terima kasih.”
Wajah Feng Cai Cai berubah bahkan lebih merah dan ia menegur pelayan itu: “Kenapa kau tidak memanggil mereka keluar dan menjamu tamu kita?”
Nada bicaranya sudah jauh lebih lembut.
Pelayan itu juga sedikit melamun setelah melihat orang sepenting ini dan ketika ia mendengar ini, ia buru-buru merespon sebelum berlari pergi.
***
Dekorasi aulanya sangat mewah. Kursi, bantal dudukan, dan sandarannya semuanya berkualitas terbaik. Lukisan Delapan Dewa tergantung di dinding dan layar-layarnya didekorasi dengan lukisan Dewa Panjang Umur, anak-anak, bunga peoni, dan lain sebagainya. Meskipun itu kelihatan indah, kaya, dan menguntungkan, itu kurang elegan, membuatnya jelas bahwa Pendekar Feng bukanlah seseorang yang punya selera.
Tepat saat teh panas yang mengepul disajikan, suara lembut Feng Cai Cai tiba-tiba datang dari luar pintu selagi ia memarahi: “Ayahku pasti sudah tidur, kenapa ia tidak ada di kamarnya! Apakah kau membiarkannya keluar berjudi lagi!”
“Kami benar-benar tidak melihat Tuan pergi.”
Pelayan itu tertekan.
“Sudah berapa kali aku bilang padanya bahwa ia tidak diizinkan untuk berjudi, tetapi ia berani pergi. Tutup pintunya, jangan biarkan ia kembali!”
Sejak zaman dahulu, hanya ayah yang mengatur putri mereka, tetapi jelas bahwa di keluarga Feng, sang putrilah yang bertanggung jawab dan malah ia yang mengatur ayahnya. Semua orang tertawa terpingkal-pingkal ketika mereka mendengar ini, lalu mereka pun bangkit dengan cepat dan menghampiri, hanya untuk melihat bahwa Feng Cai Cai sedang marah-marah pada para pelayan.
Wen Xiang berusaha menenangkannya: “Jangan khawatir, rumah judi mana yang sering didatangi Paman Kedua? Kami akan pergi untuk mencarinya.”
Feng Cai Cai dengan cepat menyimpan tampang marah di wajahnya selagi ia berujar sambil tersenyum: “Tidak apa-apa, aku ….”
Sebelum ia bisa selesai, seorang pelayan tiba-tiba mendatangi: “Cahaya di ruang baca Tuan sepertinya menyala, mungkin ia masih belum tidur dan sedang mengimbangi buku-buku di ruang bacanya?”
Gong zi langsung menanyakan: “Dimana ruang bacanya?”
Feng Cai Cai berbalik: “Aku akan membawamu ke sana.”
***
Halaman kecil itu sunyi, dan salah satu cahaya kamarnya memang menyala dan itu menyala terang ke jendela kertasnya.
“Ayah! Ayah!”
Feng Cai Cai pertama mengetuk pintunya, sebelum ia langsung berubah menggedor pintunya dengan kedua tangan, “Ayah! Kita kedatangan tamu terhormat, keluarlah!”
Tak ada jawaban dari dalam.
Semuanya saling berpandangan dengan cemas.
Feng Cai Cai juga bingung, kemudian ia lanjut menendang pintunya terbuka: “Ayah!”
Setelah teriakan ini, ia membeku. Kursi di depan meja panjang yang sempit itu kosong dan tak ada siapa pun di dalam ruangan. Ia menciptakan embusan angin selagi ia berjalan melalui pintu dan lampu yang ada di salah satu ujung meja berkedip selagi apinya melompat.
Feng Cai Cai menyalahkan pelayan itu: “Ia tidak ada di sini, siapa yang menyalakan lampunya!”
“Mana kutahu?”
Pelayan itu mengeluh saat ia berjalan mendekat untuk memadamkan apinya. Ia baru saja mengambil beberapa langkah ketika ia jadi tidak bergerak, seolah-olah ia sudah mengakar di tanah. Tatapannya terpaku ke arah tertentu.
Feng Cai Cai jadi tidak sabar: “Berhentilah berlama-lama!”
Pelayan itu menunjuk ke sudut selagi ia menggagapkan: “Tu-Tuan!”
Menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres, semuanya memadati ruangan itu.
Ada satu orang di pojok.
Satu-satunya perbedaannya adalah bahwa orang ini terbalik dan kakinya dipaku ke dinding dengan sepasang paku besi besar. Ia kelihatan berumur empat puluhan lebih dan matanya terbuka lebar, dengan lebih banyak rambut putih ketimbang hitamnya. Ia memasang ekspresi aneh di wajahnya, dan ditambah dengan posisinya yang aneh, ia tampak seperti sedang meledek.
Feng Cai Cai pulih dari keterkejutan dan menjerit selagi ia bergegas ke arahnya: “Ayah!”