Mr. Dior (Chinese To Indonesian Translation) - Chapter 003
- Home
- Mr. Dior (Chinese To Indonesian Translation)
- Chapter 003 - Istri CSO Berharga Satu Juta Dollar (3)
Seluruh bangunan dari Shi Fei penuh dengan fasilitas dengan teknologi tinggi. Contohnya saja, perlu menggesek kartu identitas karyawan di lift ini agar bisa bergerak. Bahkan lantai mana yang oleh diakses oleh karyawan juga sudah ditetapkan. Artinya, karyawan tidak bisa pergi ke lantai di luar yang telah ditetapkan di dalam kartu identitas tersebut.
Sedangkan lift khusus presiden hanya memerlukan sidik jari sang presiden untuk otorisasi agar bisa mendapatkan akses ke lantai mana pun di dalam gedung tersebut.
Zhang Chenfei masuk ke dalam lift dan dengan santai memencet tombol lantai paling atas. Sebagai seorang presiden yang cukup berpengaruh, maka kamu harus memiliki kantor dengan pemandangan 360 derajat dan dikelilingi oleh kaca mulai lantai hingga bagian atap. Berdiri di puncak tertinggi dari kota tersebut setiap hari dan memandang seluruh kehidupan yang ada di bawahnya.
“Apa kamu tidak bisa mengingat lantai kantormu?” Jiao Qi memandangnya keheranan, mengangkat tangannya dan menekan tombol yang menunjukkan lantai di bagian tengah gedung tersebut.
Sayang sekali, dia tidak memiliki kantor dengan pemandangan penuh di lantai atas. Sebaliknya, berdasarkan tradisi di sekitar tahun 1990, posisi kantor presiden ditempatkan di bagian tengah dan dekat dengan fasilitas komunikasi. Hal ini bertujuan untuk memudahkan proses penyelamatan diri jika ada sebuah kejadian atau kecelakaan terjadi.
Sama sekali tidak elegan!
“Ding!” Mereka sampai. Tiga orang sekertaris, dua pria dan satu wanita, berdiri di depan lift sambil membawa dokumen di tangan mereka. Saat mereka melihat Jiao Qi di pintu masuk, dengan segera mereka merapikan pakaian mereka dan berdiri tegap. Cara mereka bicara juga dua kali lebih cepat dari biasanya.
“Presiden, ini dokumen yang harus anda tanda tangani hari ini.”
“Presiden, anda harus mengikuti rapat pukul 10.00 pagi ini yang akan diadakan di ruang rapat di lantai atas. Saya akan mengingatkan anda lagi pukul 09.45.”
“Presiden, Presiden Li baru saja menelepon. Beliau akan datang pukul dua siang ini.”
Sang presiden hanya mengangguk pelan dan memeluk pinggang sang istri dan berjalan ke ruang kerjanya yang luas, “Mulai hari ini, kamu akan bekerja di sini.”
“Hu?” Jiao Qi mengangkat alisnya dan melirik ke arah sang suami.
“EH?!” Ketiga sekertaris tersebut tidak bisa menahan diri untuk bersuara, dan sang sekertaris wanita hampir saja terjatuh.
“Kamu akan menjadi asisten pribadiku dan bertugas untuk menyiapkan teh, menuang air, merapikan dokumen, dan…” kalimat sang presiden terhenti. Menggigit pelan telinga sang istri, dan dengan suara yang hanya bisa mereka dengar, dia melanjutkan, “untuk memenuhi keinginan presiden.”
Presiden Jiao tidak bisa berbuat apapun selain menolehkan wajahnya. Sudah lama sekali dia tidak pernah mendengar pria di hadapannya ini berbicara menggunakan kalimat seperti itu. Dan untuk sesaat, dia merasa bernostalgia. Dia terbatuk pelan dan mendorong pria itu menjauh. Wajah dinginnya menoleh kepada ketiga sekertaris dan berkata,
“Aku akan pindah ke sini untuk bekerja dalam waktu dekat. Dan berikan semua dokumen yang harus ditandatangani oleh presiden padaku.”
“Baik!” Ketiga sekertaris itu berbaris dengan rapi kemudian dengan serempak mereka membungkuk empat puluh lima derajat untuk memberi hormat. Tanpa ragu sedikit pun, mereka menerima perintah itu.
“Rapat dengan Presiden Li harus ditunda dan beritahu beliau untuk datang besok. Kami tidak akan berada di perusahaan siang ini. Jika ada sesuatu yang penting, kami akan selesaikan semuanya pagi ini.”
“Baik, Presiden Jiao!”
Sang presiden melihat tidak berdaya pada anak buahnya yang menuruti semua perintah sang istri. Setelah mendengarkan sang istri memberi perintah pada para karyawan, dia menggandeng tangan sang istri dan berjalan ke arah kantor bersama. Sang istri tidak bertanya apapun padanya, bahkan tidak satu kata pun. Akhirnya dia mengangkat tangannya untuk bertanya, “Hey apa…”
“Klik.” Pintu kayu besar itu tertutup dan keheningan menyelimuti ruangan tersebut. Sang presiden tidak bisa melanjutkan apapun yang ingin dikatakannya karena terlihat bingung, seperti saat dia mendengar suara angin musin gugur yang mengenai dedaunan.
Ada sesuatu yang salah!
Zhang Chenfei berbalik dan melihat istrinya telah berjalan dengan angkuh dan duduk di posisi yang seharusnya milik sang presiden. Selain itu, dengan mudahnya dia mengetik password untuk masuk ke dalam komputer tersebut. Saat suata musik pembuka di komputer tersebut terdengar, mungkin memang benar jika komputer seperti sekretarisnya, mereka sama-sama tidak patuh pada bos mereka.
Sang presiden berjalan ke arah meja kerjanya dengan perlahan, memandang istrinya dengan tatapan menghina, “Bagaimana kamu bisa tahu password komputerku?”
“Apa yang aneh dengan itu?” Jiao Qi menoleh padanya. Lagipula, password adalah sesuatu yang memang mereka berdua tahu.
Tidak ada yang bisa mengetahui makna tatapan sang presiden saat itu. Tiba-tiba, dia melempar istri kecilnya, yang saat itu melihat komputernya, ke sofa dan menindihnya.
“Kamu mata-mata yang dikirim oleh Wang-shi, benarkan?”
[Shi menandakan nama marga seseorang]
“Ah?” Jiao Qi terlihat tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh sang suami.
“Semua ini pasti hanya rekayasa! Fakta ayahmu memiliki hutang padaku pasti tipuan!” Sang presiden menggeram. “Sebelum ini, aku telah mengatakan padamu kalau kamu tidak akan bisa membayar dengan apapun jika kamu mengkhianatiku!”
Setelah mengatakan hal tersebut, dia tiba-tiba merobek pakaian sang istri dan membuat beberapa kancing terlepas.
“Sialan, ini salah satu Dior yang baru aku beli!” Sang istri mencoba melawan dengan tatapan takut.
“Presiden, rapat akan segera dimulai…”
Sang sekertaris membuka pintu dan tidak bisa mengatakan apapun saat melihat pemandangan di depannya. Kemudian, seperti kura-kura yang baru saja disiram dengan air panas, dengan segera dia pergi. “Brak!” Dia menutup pintu dan berpura-pura tidak pernah muncul di ruangan itu.
Karena gangguan dari sang sekertaris tadi, sang presiden tidak bisa melanjutkan apa yng dia lakukan sebelumnya. Dia hanya bisa mengganti password komputer langsung di hadapan Jiao Qi, “Passwordnya sudah aku ganti. Kamu lebih baik berhati-hati dan jangan seenaknya menggunakan komputer ini lagi.”
“0826?” Jiao Qi dengan anggunnya mengancingkan lagi pakaiannya.
“Bagaimana kamu bisa tahu?” Sang presiden menatapnya dengan terkejut.
“Omong kosong. Itu adalah tanggal lahirku.”
“…”
***
Jiao Qi mengikuti Zhang Chenfei sepanjang pagi itu sambil tetap memperhatikannya. Yang mengejutkan, dia melihat walau sang presiden mengalami masalah dengan masalah pribadi dan emosinya, namun dia tidak memiliki masalah dalam mengurus masalah perusahaan. Melihat hal ini, Jiao Qi merasa sedikit tenang.
“Ikutlah denganku ke suatu tempat siang ini.” Setelah makan siang, Jiao Qi menarik Zhang Chengfei ke mobil. Dia akan membawa sang suami ke dokter pribadi mereka.
Perawatan di rumah sakit umum biasanya tidak terlalu mendetail, maka semua orang kaya pada umumnya memiliki dokter pribadi mereka masing-masing. Kebanyakan dari para dokter privat ini meninggalkan rumah sakit dan membuka klinik mereka sendiri. Bayaran mereka memang tinggi, namun penanganan medis yang mereka berikan cukup baik sekali.
“Kemana?” Melepas dengan kasar tangan yang tadi memegangnya, Zhang Chenfei tersenyum walau sebenarnya tidak tersenyum dan berhenti beberapa langkah dari mobil. Tingkah lakunya ini benar-benar tidak kooperatif. Tentu saja, jika Jiao Qi tidak bisa memberinya alasan yang tepat, tentu dia pasti akan berputar balik.
“Untuk menyelesaikan hutang.”Jiao Qi berusaha meyakinkannya, dia takut jika mereka akan membuat keributan.
Zhang Chenfei mendengus dan tangannya yang panjang meraih istri kecilnya itu. Dia menarik sang istri ke arah dadanya dan mendekapnya dalam pelukannya. Dua jarinya memegang dagu yang terlihat elegan dan mempesona itu. Perlahan, dia mendekatkan dirinya ke arah telinga Jiao Qi dan berbisik dengan sinis,
“Aku sudah mengatakan padamu. Sebelum kamu melahirkan anakku, tidak akan ada hutang ayahmu yang terbayar, bahkan satu sen sekalipun.”
Nafas panas keluar dari bibirnya, membuat telinga istri kecilnya itu memerah.
“Untuk memiliki seorang anak, setidaknya kamu harus memiliki seorang Ji… ehem, maksudku setidaknya kamu membayarnya.” Jiao Qi berusaha untuk membebaskan dirinya dari dekapan yang erat itu. Setelah itu, dia menarik sang suami dan menyuruhnya duduk di kursi penumpang di depan. Melanjutkan alasannya, dan untuk menggugah perasaan sang suami, dia juga menambahkan, “Wanita penghibur mendapat bayaran 200 per malam, dan semalam kamu telah tidur denganku… dua kali.”
[Ji sebenarnya berarti ayam. Namun dalam kalimat tersebut, kata ji digunakan untuk menyebut wanita penghibur.]
Menginjak pedal gas, Maserati silver itu melaju dengan kencang dari parkir bawah tanah Shi Fei.
Awalnya, Zhang Chenfei merasa tidak senang. Dia memiliki perasaan jika istri kecilnya itu telah memprediksi semua yang terjadi semalam. Namun, dia juga merasa jika hal tersebut juga beralasan. Ayah dari istrinya itu memiliki hutang yang cukup banyak. Jika dia tidak membayar di awal, mungkin tangan atau kaki sang ayah akan dipotong. Dia tidak ingin Jiao Qi berlinang air mata setiap hari.
“Baiklah, melihat kesetiaanmu padaku semalam, aku akan memberimu seratus juta sebagai pembayaran di awal.” Zhang Chenfei mengambil kartu hitam miliknya dan mengapitnya di antara dua jarinya.
Jiao Qi menoleh dan melihat ke arahnya, “Kamu baik sekali, Tuan Dior Zhang.”
“Cukup panggil aku Dior.” Jika hanya kita berdua, kamu tidak perlu sopan seperti itu.
“…”
Hanya karena teledor sedikit saja, Maserati silver itu berbelok dan hampir saja menabrak gelandangan dengan lap kotor di tangannya, yang dengan paksa membersihkan mobil itu di pinggir jalan.
“Jika kalian tidak ingin memberi uang, bilang saja.” Gelandangan itu memandang mereka dengan tatapan menghina, dan membersihkan kaca depan dengan kedua tangannya.
Setelah perjalanan yang cukup kacau ini, akhirnya mereka tiba di sebuah klinik pribadi.
Di tempat cukup tersembunyi dari keramaian, dan di antara pepohonan, berdiri sebuah bangunan berwarna putih dengan beberapa lantai. Bangunan itu memiliki arsitektur Eropa yang terlihat sangat megah dan indah. Bangunan tersebut sama sekali tidak terlihat seperti sebuah klinik.
Design interior dan penampilannya di bagian depan menunjukkan tingginya konsistensi untuk menghasilkan sebuah mahakarya kelas atas. Di bagian ruang tamu, terdapat sofa berbahan beludru berwarna biru muda, dengan karpet tebal berbentuk bintang. Di dinding tergantung salah satu lukisan Peter Paul Ruben “The Descent From The Cross”. Tidak peduli lukisan itu asli atau palsu, namun lukisan itu adalah sebuah mahakarya.
“Tuan Jiao, Dr. Que telah menanti anda di ruang konsultasi.”
Dokter yang membuka klinik ini bernama Que De, seorang etnis China. Dia tumbuh besar di USA. Dia adalah seorang ahli dalam bidang kedokteran dan mendapatkan gelar doktor di usia muda. Namun karena budaya, dia akhirnya memilih kembali ke China dan membuka klinik, dengan tujuan agar menjadi kaya.
[Etnis China ini pada umumnya digunakan untuk menyebut keturunan China yang tidak lagi tinggal di China]
Karena dia akan tinggal di China, maka dia memerlukan sebuah nama China untuk dirinya.
Pada saat itu, teman yang membantu persiapan klinik miliknya adalah seseorang yang berasal dari Tianjin, sebuah kota di China Utara. Temannya itu memintanya untuk menentapkan harga standar untuk pelayanan di klinik tersebut. Namun setelah mendengar hal tersebut, wajahnya langsung berkerut seperti tidak setuju. Hingga temannya tersebut berkomentar, “Kamu memang tidak memiliki hati nurani, kamu sangat kejam sekali.”
Dan hasilnya, dia dipanggil dengan sebutan Que De.
[Dalam bahasa China, Que De berarti tidak memiliki kebaikan]
Para klien dari Dr. Que De adalah mereka dari kalangan kaya dan berada, namun hampir setengah dari klien dokter tersebut telah berusia tua atau paruh baya. Para orang tua atau paruh baya ini tidak bisa begitu saja menghilangkan rasa terima kasih mereka.
Maka dari itu, di sekitar lukisan “The Descent From The Cross”, terdapat banyak sekali lukisan wajah Hua Tuo dan sebuah banner yang bertuliskan “Miao Shou Hui Chun”.
[Hua Tuo : Salah seorang dokter yang terkenal pada masa akhir Dinasti Han]
[Miao Shou Hui Chun : Sebuah idiom China yang berarti “Tangan emas yang mampu mengembalikan hidup mereka yang sekarat”. Bisa diartikan juga sebagai dokter yang hebat]
Hal ini juga bisa dianggap sebagai penggabungan antara China dan dunia barat.
“Tuan Zhang, silahkan swipe Smart Brain anda.” Petugas di meja resepsionis tersenyum sambil melihat ke arah Zhang Chenfei.
Louis XIII telah dikirim kembali ke pabrik untuk diperbaiki, dan sekarang Zhangda Diao menjadi seperti manusia primitif tanpa Smart Brainnya. Namun sepertinya penjaga meja itu terlihat tidak kebingungan dengan hal ini dan memberinya kartu sementara. Dia mengeluarkan kartu sementara dan menerima pembayarannya melalui mesin POS.
[POS : Personal Operating System. Sejenis mesin pembayaran]
Melihat mesin kartu kredit di depannya, Zhang Chenfei mulai paham dengan apa yang terjadi. Sepertinya ayah dari istrinya ini benar-benar tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman. Dia meminjam uang hanya untuk mendapatkan tempat yang sangat tidak memiliki style. Saat ayah istrinya itu datang untuk meminjam uang, dia tidak tahu jika saat berbicara dengan beliau, ada sebuah makna tersembunyi di balik senyumnya itu.
Namun dia tidak berniat untuk menahan ayah mertuanya itu, karena hal tersebut akan membuat istri kecil ya itu menangis dan tenggelam dalam kegelapan.
Membosankan. Karena dia tidak bisa melakukan apapun yang dia inginkan sebagai seorang presiden yang cukup berpengaruh, akhirnya dia mengeluarkan black card miliknya dan bertanya dengan dagu yang sedikit terangkat, “Berapa?”
“Dua ratus.” Jiao Qi mengambil black card itu dan menyerahkannya pada resepsionis.
Hanya dua juta? Kamu pasti bercanda!
“Dua juta, bukanlah jumlah yang banyak. Mintalah sekertaris untuk membayarnya dan kita segera pergi dari tempat ini.” Sang presiden terlihat sangat tidak senang. Hanya untuk masalah kecil seperti ini, sang istri membuatnya pergi ke tempat itu.
“Jumlahnya dua ratus yuan.” Jiao Qi menunjuk ke arah jumlah yang tertulis di mesin kartu kredit dan kemudian menggesek kartunya.
Penjaga resepsionis itu tersenyum dan menarik “200 yuan” dari kartu kredit dan mengisyaratkan Zhang Chenfei untuk memberikan tanda tangannya.
Zhang Chenfei melihat jumlah yang tertera dan menatapnya dengan tatapan kosong. Tiba-tiba, dia berbisik ke arah istri tercintanya itu, “Kita melakukannya dua kali semalam. Seharusnya aku memberimu empat ratus.”
“… diamlah!”
*_*_*_*_*