Mulan Has No Elder Brother (English - Indonesian Translation) - Chapter 27 (2)
- Home
- Mulan Has No Elder Brother (English - Indonesian Translation)
- Chapter 27 (2) - Rekan Pertama (2)
Chapter 27 (2) : Rekan Pertama (2)
Ia merasa seolah ia melihat hantu!
Ia sungguh merasa bahwa mata Hua Mu Lan sangat lembut ketika ia mengatakan, “Aku hanya tidak mau mati!”
“Apa perbedaannya?!”
Siapa yang bilang bahwa ketika seseorang pergi ke barak garis depan, seseorang akan mati?!
Terlebih lagi, mereka berasal dari keluarga militer yang telah mewarisi dari generasi ke generasi, warisan dari keluarga mereka, mereka harusnya sudah lama memiliki kesadaran tentang “tidak mati di dalam pelukan seorang wanita”!
“Kapten, pernahkah Anda mendengarkan idiom dari orang Han ini, ‘lebih baik gioknya dihancurkan, dan ubinnya dibiarkan utuh1‘?”
Hua Mu Lan menatap A-Dan Zhi Qi yang bangkit berdiri.
“Tidak! Apakah kau pikir semua orang punya seorang paman yang tahu bagaimana caranya menulis!”
“Aku mendengar idiom itu ketika aku masih sangat kecil. Kita jarang kalah dalam peperangan kita dengan Ru Ru, biarpun begitu, pengorbanan kita tidak pernah kurang dari mereka. Di mata Khan Agung, kita seperti giok yang keras, sementara Ru Ru seperti ubin yang terbuat dari lumpur yang dengan mudahnya dihancurkan. Selama para pasukan yang besar tiba, Ru Ru akan tumbang dan bertebaran menjadi abu …”
Hua Mu Lan mengelus keningnya.
“Tetapi, apakah seseorang adalah giok atau hanya ubin, tragedi yang dihadapi seseorang adalah sama.”
Ia bangkit berdiri dan memandangi langitnya.
“Bagiku, tak peduli apa pun, aku tetap ingin hidup. Meski jika tangan dan kakiku patah, aku akan pulang ke rumah hidup-hidup …”
Di bawah mata penuh penghinaan A-Dan Zhi Qi, ia mempertahankan postur yang tegak, memandang ke langit.
Tampak seakan-akan ia sedang mendesah pada langit tentang kata-kata yang baru saja diucapkannya: “Aku bukannya takut akan kematian. Apa yang lebih kutakutkan daripada kematian adalah bahwa kematianku akan mengubah kehidupan dari keluargaku.”
***
A-Dan Zhi Qi kembali dalam keadaan syok. Dampak yang dideritanya malam ini hampir merusak pandangannya akan kehidupan.
Kakaknya gugur dalam perang, ayahnya gugur dalam perang, kakeknya gugur dalam perang, leluhur-leluhurnya semua berperang. Ia diajarkan untuk bersikap pemberani, tak kenal takut di depan kematian, dan setia pada Khan Agung.
Setiap orang yang gugur merupakan seorang pahlawan dan kebanggaan Wei Agung.
Ia juga punya seorang putra. Selama ia masih hidup, keluarganya tidak akan kehilangan status sebagai keluarga militer. Sekalinya putranya cukup umur untuk wajib militer, ia pasti akan melaju ke medan perang.
Ini adalah takdir dari orang-orang yang terlahir dalam keluarga militer.
Ia mengetahui bahwa ide Hua Mu Lan itu salah, tetapi ia tidak bisa mengatakan apa-apa soal itu.
Mengapa orang yang sudah wajib militer di ketentaraan, setelah menuju ke medan perang, mengucapkan kata-kata licik seperti “Aku tidak takut akan kematian, tetapi aku tidak mau mati”?
Rasanya sama seperti menanyakan seorang pencuri “mengapa kau mencurinya?” dan jawaban yang diberikan adalah “aku menginginkannya” bukannya alasan di balik “mengapa kau mencurinya”.
Kalau seseorang mati, akankah kehidupan suatu keluarga itu berubah?
Hal yang bodoh sekali untuk dikatakan, itu adalah sesuatu yang sudah pasti akan terjadi, kan?!
Keyakinan teguh A-Dan Zhi Qi benar-benar dibuat kacau gara-gara percakapan malam ini.
Ketika mengayunkan tombaknya, pria ini, yang berharap untuk membangun karirnya berdasarkan jasa yang didapatkannya di medan perang, akan mulai membayangkan.
Ia akan mengingat seperti apa rupa putra berusia tiga tahunnya setelah ia mati.
Ia akan bertanya-tanya, apakah istrinya, si gadis Xian Bei yang murah senyum dan bermata cerah, akan menikah lagi dan menjadi pengantin dari keluarga lain.
Kakaknya sudah gugur di medan perang, begitu pula dengan ayahnya. Apabila ia mati, siapa yang akan menjaga ibunya?
Jika semua keturunan pria gugur dalam perang, sebuah keluarga militer akan kehilangan warisan mereka. Dalam keluarga A-Dan, tanpa adanya status menjadi keluarga militer, orang-orang akan memandang remeh mereka ketika mereka keluar.
Itu sungguh menakutkan, untuk memikirkan masalah hidup dan mati di medan perang.
Itu seperti binatang buas yang diikat atau sebilah pedang tajam yang ujungnya sudah patah.
***
“Brengsek! Mengapa lao tzu harus berpikir terlalu banyak tentang itu!”
Dengan ganasnya, A-Dan Zhi Qi memenggal kepala seorang pria Rou Ran, “Kalau lao tzu tidak membunuh orang, bagaimana lao tzu hidup!”
Tiba-tiba saja, A-Dan Zhi Qi tersadar dan menemukan dirinya tengah berdiri di medan perang. Ia mulai mengayunkan tombak panjangnya untuk mencabut nyawa dari pasukan musuh.
Ia hampir saja tertipu oleh pemuda itu, Hua Mu Lan!
Apabila kau ingin bertahan hidup, kau harus membunuh.
Jika kau membunuh lebih banyak orang, kau pasti akan dilihat.
Hua Mu Lan, yang ragu-ragu seperti seorang wanita, akan masuk ke kamp garda depan suatu hari nanti, selama ia tidak mati. Itu hanya masalah waktu saja.
Para petinggi bukanlah orang bodoh!
Ia memincingkan matanya pada Hua Mu Lan yang berdiri jauh sekali darinya.
Ini adalah pertama kalinya Hua Mu Lan secara resmi berpartisipasi dalam “panen”. Tanpa diduga, ia tidak terlihat takut akan perang dan kematian.
Semula, mereka berada di barak rekrutan. Mereka bertanggung jawab untuk melindungi makanan dan biji-bijian dan melindungi bagian sayap saat orang Rou Ran datang untuk menyerang mereka. Namun, mereka belum pernah melihat pemandangan yang begitu berlumuran darah.
Ada rekrutan yang bermata merah dan rekrutan yang ketakutan, yang tidak sanggup mengangkat pedangnya kemana-mana. Saat ini, Hua Mu Lan, meskipun tidak tampil berani, tampak sangat tenang dan mencolok.
Orang semacam ini terlahir sebagai pejuang!
Ia layak menjadi anak dari keluarga Hua di Huai Shou.
Ia tahu bahwa keturunan dari klan He Rai tidak mungkin pengecut!
Para “pengecut” di kelompok yang sama, Kun Da dan Mo Huai’er tampak pucat pasi sekarang. Mereka bahkan tidak mampu memegangi tali kekang kuda mereka. Biasanya, mereka akan dengan percaya dirinya menggosok-gosok kaki mereka dan mengeluh bahwa mereka tidak dikirim keluar untuk mengejar orang Rou Ran. Kini, jelas sekali bahwa kepercayaan diri mereka sudah hilang.
Tidak ada perbedaan antara orang Rou Ran dan orang Xian Bei. Jika kedua etnisnya benar-benar berperang, keduanya harus mengandalkan kekuatan siapa yang lebih besar dan seni bela diri siapa yang lebih kuat.
Ia hanyalah seorang kapten, bukan seorang jenderal. Ia sanggup menjaga makanan mereka, tetapi tidak dengan keselamatan mereka.
Ia ingin hidup!
Swoosh, swoosh.
Dua anak panah melesat di sini, satu per satu selagi itu ditembakkan ke punggung dua orang Rou Ran.
Ketika kavaleri Rou Ran yang bergegas mendekati Kun Da dan Mo Huai’er, momentum itu menyebabkan Kun Da dan Mo Huai’er jatuh dari kuda mereka. Sakit yang menusuk pada pundak dan punggungnya membuat mereka tidak bisa memegangi tali kekangnya. Kuda-kuda itu hanyalah binatang yang terus berderap maju. Setelah kehilangan penunggang kudanya, kuda-kuda itu berderap jauh sekali menuju ke arah yang berlawanan. Kun Da dan Mo Huai’er diselamatkan oleh panah ini, yang muncul dari langit. Mereka menatap ke depan penuh syukur.
Lurus ke depan, Hua Mu Lan, sedang berekspresi rumit, menyapukan tatapannya ke sekitar medan perang. Ia mengandalikan tali kekang kudanya dan mengarahkan kudanya untuk berbalik menuju ke bagian belakang.
Orang Rou Ran di bagian depan sudah dikalahkan. Orang Rou Ran yang telah menyerbu ke dalam barisan juga sudah dipanah dan dibunuh sampai bersih oleh batalyon tengah. Tidak perlu terus membunuh mereka.
“Hua Mu Lan, mau kemana kau! Ada jasa militer untuk dikumpulkan jika kita membersihkan medan perangnya!”
“Duluan, aku akan ke belakang!”
“Hei, hei, hei, tugas kita kali ini adalah untuk mengikuti batalyon tengah supaya buru-buru bergabung dalam perang!”
“Kita sudah selesai memanen.”
Hua Mu Lan melewati bahu mereka seperti embusan angin.
“Lupakan saja, ayo bantu dia memenggal kepala orang-orang Ru Ru yang dibunuhnya untuk mentabulasi jumlahnya! Berapa banyak yang dibunuhnya?”
“Tujuh atau delapan?”
“Penggal kepala dari yang ditembak dari kuda!”
A-Dan Zhi Qi berlari ke arah dua kawanannya. Ia tidak berhasil bicara banyak ketika ia melonjak kaget sewaktu ia melihat situasi di depan.
“Hei, yang di sebelah sana! Kami yang membunuh dua mayat yang terbakar itu! Ada anak panah di punggungnya. Kalian tidak lihat! Turunkan mayatnya untuk lao tzu! Lao tzu bilang, turunkan!”
***
Hua Mu Lan membenci pembantaian secara sepihak begini.
Namun, orang Xian Bei tidak membiarkan tawanan “Ru Ru” hidup di medan perang, sementara orang Rou Ran tahu bahwa mereka tidak akan selamat meski jika mereka menyerah.
Oleh sebab itu, selama kedua belah pihak bertarung, kedua belah pihak tidak akan pernah berhenti sampai salah satu pihaknya mati.
Mana bisa ia mati seperti ini?
Apabila ia mati, identitasnya sebagai seorang wanita akan terbongkar. Itu juga akan sulit untuk menjaga jenazah dan tulangnya tetap menyatu. Demi membiarkan mendiang untuk meninggalkan barang-barang pribadinya dikuburkan di makam, kawanannya harus membawa semua baju dan aksesoris dari prajurit kawanannya untuk kembali ke rumah sang mendiang.
Kalau identitasnya sebagai seorang wanita terungkap, ia bahkan tidak akan memenuhi syarat untuk dimakamkan di samping rekan-rekannya.
Keluarganya akan menderita akibat masa depan yang memalukan, dan ia akan merasa tercekik ketika ia membayangkan tentang itu.
Bagaimana bisa ia membenamkan ayahnya dalam mimpi buruk “Aku memaksa putriku untuk mati”?
Hua Mu Lan mengatakan bahwa ia tidak takut mati, dan itu bukanlah suatu kebohongan.
Setiap kali ia menginjakkan kaki di medan perang; ia akan merasakan sejejak rasa damai yang aneh. Seolah-olah medan perang adalah tempatnya berada, tempat yang paling akrab.
Suara dari terompet, suara dari pertarungan, dan suara dari senjata yang terbuat dari emas dan logam, saling berbenturan di telinganya, membuatnya bergetar. Itu juga membuat sekujur tubuhnya merasa bersemangat, dari rambut hingga ke sumsum tulangnya.
Darah dari musuh memanggil-manggil dirinya. Ratapan musuhnya seperti sorak-sorai yang dimainkan dengan gendang. Ia seperti sebilah pisau tajam yang terkunci di dalam kotak. Ia bersemangat untuk menyerbu barisan musuh bersama batalyon tengah, untuk “panen”, bergabung bersama mereka.
Tetapi, semakin bersemangat dirinya, semakin ia harus menunjukkan ketenangan yang mampu menekan kegembiraannya.
Ia tidak boleh mengubah dirinya menjadi alat pembunuh seperti yang lainnya. Ia ingin hidup, dan bukan menjadi sebuah sasaran berjalan.
Ia hanya perlu untuk hidup.
Tetapi, ketika ia melihat kawanannya dalam bahaya, mau tak mau ia pun mengangkat busur panjangnya dan menembak dua musuh dari kejauhan.
Biarpun jika mereka adalah dua pria buruk yang hanya bisa pamer, kabur, menggertakkan gigi saat mereka tidur, mendengkur, kakinya bau, dan menggaruk kaki mereka.
Ia begitu jijik dengan setiap gerakan mereka, tetapi Hua Mu Lan tidak membenci mereka sampai pada batas ia harus melihat mereka mati.
Seratus empat puluh langkah, ia memindai medan perang dan menyadari hampir tidak ada yang mengkalkulasikan jarak itu.
Ayah, sulit sekali untuk menjadi tidak menonjol.
Bagaimana bisa kita tidak menonjol, sambil hidup?
Ia merasa bahwa, ia seharusnya menanyakan Ayah Hua dalam surat yang dikirimkannya ke rumah bulan lalu.
Catatan Kaki :
Comments for chapter "Chapter 27 (2)"
NOVEL DISCUSSION
Support Foxaholic Global
Your donations will go towards site costs and management.
Individual translators usually have their own ko-fi buttons.