Please Continue Protecting Me (English to Indonesian Translation) - Bab 19.3
- Home
- Please Continue Protecting Me (English to Indonesian Translation)
- Bab 19.3 - Kelopak mata Nie Feizhan terkulai ke bawah saat dia menatap wajah gadis itu yang pucat layaknya bunga pir mekar dan bertanya, “Ingin pulang sekarang?” (3)
Nie Feizhan memarkirkan sepeda motor, meraih tangan Rong Mo, meletakkannya di setang agar gadis itu bisa menopang dirinya sendiri lalu berbalik dan melangkah pergi.
“Kamu mau kemana?”
Pada saat itu, Rong Mo sangat ketakutan, dia benar-benar takut jika pria itu akan meninggalkan dirinya di sana di atas kendaraan tersebut. Dia bahkan tidak bisa turun dari sepeda motor dan sedikit gerakan saja mampu membuat dirinya jatuh. Jadi, dalam kondisi putus asa, Rong Mo meraih lengan pria tersebut.
Nie Feizhan menolehkan kepalanya dan menepuk-nepuk lengan Rong Mo. “Aku akan segera kembali. Jangan takut.”
Dia terdiam selama beberapa saat sebelum lanjut berbicara, “Jika terjadi sesuatu, berteriaklah dan aku akan mendengarnya.”
Nie Feizhan berbalik dan berlari ke sebuah lorong kecil. Tidak lama kemudian, dia pun kembali bersama sebuah buket bunga di tangannya lalu menyodorkannya ke lengan Rong Mo.
Itu adalah bunga lili.
Rong Mo merasa terkejut dan bahagia. Dia memeluk bunga itu dan hampir menangis.
Kelopak mata Nie Feizhan terkulai ke bawah saat dia menatap wajah gadis itu yang pucat layaknya bunga pir mekar dan bertanya, “Ingin pulang sekarang?”
Rong Mo baru saja hendak bicara saat hp pria itu berbunyi. Orang di sisi lain earphone berkata, “Zhan-ge, apa kamu menyadari bahwa kamu sedang diikuti?”
…..
Apa yang terjadi setelahnya merupakan suatu pengalaman yang mendebarkan. Hal itu sangat seru.
*****Akhir dari kilas balik setelah insiden penculikan*****
Setiap kali Rong Mo memikirkannya, jantungnya akan selalu diremas dalam jeda waktu sebentar-sebentar.
“Rong Mo, siapa yang mengirimkannya untukmu?” Luo Qingqing bertanya kepadanya menggunakan suara kecil. “Aku telah membantumu memeriksanya dan tidak menemukan surat cinta apapun yang datang bersama dengannya.”
Selama periode waktu itu, surat cinta sedang populer di sekolah mereka. Rong Mo tidak sepenuhnya asing dengan hal itu, faktanya, dia bahkan menerimanya sebelumnya – bahkan jika dirinya merupakan bunga sekolah berkursi roda sebagaimana yang dirumorkan. Namun, setelah semua itu dikatakan dan dilaksanakan, kedua kakinya tetap menjadi penghalang. Pada hari dan zaman sekarang ini, pemuda mana yang bersedia untuk mengencani seorang gadis yang duduk di kursi roda?
Tentu saja ada orang-orang yang spesial seperti Cheng Yu. Tetapi, setelah apa yang terjadi kemarin, Cheng Yu merasa jika dia telah kehilangan wajahnya dan dia pun tidak pernah datang untuk mencari Rong Mo lagi.
Rong Mo memegang bunga lili yang cantik di tangannya dan adegan pria itu melangkah keluar dari lorong kecil dan menyodorkannya ke lengannya sembari memasang wajah tidak sabar pun muncul kembali di pikirannya.
Di suatu tempat yang sangat jauh, seseorang memegang sepasang teropong dari atas atap di seberang gedung.
Pria itu meletakkan rokok di mulutnya sembari menatap Rong Mo dari kejauhan untuk waktu yang lama.
Nie Feizhan, apa kamu sudah gila?
Dia benar-benar berhenti mengerjakan sebuah pekerjaan yang layak setiap hari hanya demi seorang gadis kecil yang seharusnya tidak memiliki hubungan apapun dengan dirinya. Dia mengikuti gadis itu seperti orang cabul, dan bahkan mengintip gadis itu hanya untuk melihat reaksinya terhadap bunga tersebut.
Itu bahkan bukan akhir dari semuanya. Sebelumnya, dia bahkan berjanji mengantar dan menjemput gadis itu untuk menaiki dan menuruni tangga.
Ini sangat ganjil.
Hpnya berbunyi dan Nie Feizhan menundukkan kepala untuk melihatnya.
— Z, kapan kamu kembali ke unit? Pangkalan membutuhkanmu.
Nie Feizhan mengepalkan tangannya dan mematikan hpnya.
……
Ketika kelas berakhir, Rong Mo duduk di tempatnya dan mengemas barang-barangnya dengan perlahan-lahan. Luo Qingqing bertanya kepadanya, “Momo, haruskah aku mendorongmu keluar terlebih dahulu?”
“Baiklah.” Rong Mo terdiam sejenak dan berkata. “Aku tidak terburu-buru.”
Untuk beberapa alasan, dia merasa sedikit gugup.
Saat hanya tersisa beberapa orang di dalam kelas, Luo Qingqing mendorong Rong Mo keluar dan secara kebetulan dia bertemu dengan Guru Li.
Rong Mo bertanya sembari tercengang. “Guru Li, kenapa kamu datang kemari?”
“Aku di sini untuk menggendongmu turun.”
“Tapi…” Rong Mo melirik ke ujung lorong.
Pria itu benar-benar tidak datang.
Kelopak mata Rong Mo terkulai saat dirinya berkata, “Kalau begitu, aku akan merepotkan dirimu.”
Guru Li menggendong Rong Mo ke lantai bawah dan mendorongnya menuju gerbang sekolah.
Tiba-tiba, suara bising terdengar dari gerbang sekolah.
Gemuruh mesin bergaung dari kejauhan.
Rong Mo tertegun ketika dirinya merasakan sebuah firasat yang tidak dapat dijelaskan.
Gerbang sekolah dipadati oleh orang-orang karena sejumlah murid masih belum pergi. Terdapat pula sekelompok orang yang bukan berasal dari sekolah mereka serta murid-murid dari sekolah tinggi terdekat yang berada di sini untuk menemui murid sekolah mereka.
Tiba-tiba, sebuah sepeda motor mendadak muncul.
Orang yang mengendarai kendaraan itu adalah seorang pria tinggi yang mengenakan jaket hitam, celana kamuflase, dan sepatu bot militer.
Helm hitamnya menyembunyikan penampilannya namun sesaat setelah dia turun dari kendaraannya, pria itu menimbulkan kegaduhan, bahkan menyebabkan beberapa orang gadis menjerit menggunakan nada tinggi.
Rong Mo merasa seolah dirinya baru saja melihat seorang selebriti yang melangkah keluar dari televisi. Dia merupakan seorang pria yang terlihat tinggi dan ramping sembari mengenakan jaket hitam yang membalut tubuhnya, mempertegas kontur ototnya yang indah. Kelim celana kamuflasenya telah diselipkan ke dalam sepatu bot militernya saat pria itu mengangkat kakinya dari kendaraan untuk turun. Ketika pria itu mengangkat kaki panjangnya dan meletakkan telapak kakinya di tanah, orang-orang di sekelilingnya pun langsung mulai berceloteh.
Para remaja di sekolah yang merokok dan berlagak seperti anak nakal itu tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan pria ini. Sebaliknya, mereka langsung terlihat seperti seekor ayam lemah.
Pria itu memasukkan kunci sepeda motornya ke dalam sakunya dan dengan santai mengambil helm wanita berukuran kecil dari bagasi di bagian belakang. Dia kemudian mengangkat kepala dan melihat ke arah Rong Mo.
Hanya dengan satu tatapan, orang-orang langsung bisa mengetahui bahwa helm merah kecil di tangan pria itu dibuat untuk digunakan oleh seorang gadis.
“Wow. Apa dia kemari untuk menjemput pacarnya? Hal itu manis sekali.”
“Dia sangat keren. Lihatlah otot-otot itu…. Aku ingin tahu seperti apa penampilannya di balik helm tersebut?”
“Kenapa dia tidak melepaskan helmnya?”
“Siapa yang dia lihat?”
Pria itu tidak melepaskan helmnya dan memancarkan aura yang liar dan intens. Sembari memegang helm merah cantik di tangannya, dia berjalan ke arah gadis yang duduk di kursi roda.