The Healer Demands Payment (English to Indonesian Translation) - Bab 45.2
- Home
- The Healer Demands Payment (English to Indonesian Translation)
- Bab 45.2 - Kasus Lain (II)
BAB 45.2
KASUS LAIN (II)
“Baik.” Su Junmo mengambil kembali bungkusan itu. “Konferensi Kultivator Medis bulan depan, apakah Anda akan hadir?”
Mata Xue Jinwen meredup, dan dia menggelengkan kepalanya: “Kakak Tertua sudah duluan pergi ke Kota Fentian. Ayah dan tetua lainnya akan berangkat nanti dan menemuinya di Kota Xingluo. ” Xue Jinwen berhenti sejenak, lalu tersenyum: “Tapi kakak perempuan tertua dan adik perempuan saya akan pergi.”
“Hah …” Su Junmo menggelengkan kepalanya.
Xue Jinwen tidak mengerti mengapa dia menghela nafas. Setelah mempertimbangkan beberapa saat, dia bertanya: “Rekan Taois Su, apakah ada sesuatu yang terjadi?”
“Aku bertemu dengan kakak tertuamu di Kota Fentian.” Su Junmo tidak menyembunyikan ini. “Dia sedang bersama dengan dua tuan muda Murong dan Wen.”
“Iya.” Xue Jinwen mengangguk, “Huajing Manor, yang terletak di perbatasan antara Alam Timur dan Barat, tiba-tiba memiliki banyak kultivator yang terluka oleh cabang pelahap abadi. Karena gejala cederanya terlalu aneh, mereka meminta bantuan Aliansi Feng. Ayah memerintahkan kakak tertua untuk memeriksanya. “
Ketika Su Junmo melakukan perjalanan di Alam Barat, dia tinggal disana sebagai tamu Aliansi Feng. Selama tinggal disana, dia telah melihat banyak masalah terjadi di Alam Barat, jadi Xue Jinwen tidak perlu menyembunyikan masalah kali ini darinya. Selain itu, sebagai iblis surgawi, Su Junmo memiliki pengetahuan yang luas dan dia telah banyak membantu Aliansi Feng, termasuk klan Xue. Meskipun Xue Jinwen tidak tahu bagaimana situasi di pihak kakaknya, mungkin Su Junmo bisa membantu.
“Hah?” Su Junmo terkejut. “Terluka oleh cabang pelahap abadi?”
“Iya.” Xue Jinwen mengangguk.
“Kakakmu tidak menyebutkan ini.” Su Junmo sedikit mengernyit, “Aku harus pergi.” Dia berbalik dan keluar dari halaman.
Xue Jinwen melihat punggungnya yang menjauh. Tatapannya berangsur-angsur menjadi tegas. Dia berbalik, menyingkirkan sitar, lalu menutup gerbangnya dan berjalan menuju formasi teleportasi.
****
Saat Meng Qi bangun, kepalanya masih sakit. Dia membuka matanya dan menatap langit-langit. Untuk waktu yang lama, dia tidak tahu di mana dia berada. Perabotan di dalam ruangan berangsur-angsur menjadi jelas, dan kejadian yang terjadi sebelum dia tertidur juga muncul kembali dalam beberapa bagian.
Kota Fentian, Penginapan Ruyi, Xue Chengxuan… dan secangkir anggur yang lembut dan lezat!
Meng Qi duduk dengan kesal dan menepuk kepalanya. Sebuah kesalahan besar. Apakah dia benar-benar tumbang hanya dengan satu cangkir anggur? Dia bukan peminum yang baik, tapi dia bukannya dia harusnya tahan apalagi dia adalah seorang kultivator Pembentukan Inti.
Meng Qi sedikit menyipitkan matanya. Anggur itu sepertinya mengandung bunga bebas rasa khawatir, gigi kembang sepatu, anggrek rubah salju… dan beberapa lagi. Ketika Meng Qi meminumnya, dia tidak terlalu memperhatikan. Tapi jika dilihat lebih teliti sekarang, satu cangkir anggur itu seharusnya berisi setidaknya sepuluh atau lebih jenis bunga dan ramuan roh. Pantas saja efeknya begitu menakjubkan.
Meng Qi bertanya-tanya apakah dia telah melakukan sesuatu yang aneh saat dia mabuk. Dia menggelengkan kepalanya. Meng Qi ingat apa yang dikatakan Xue Chengxuan tentang Konferensi Kultivator Medis, tetapi setelah itu, ingatannya berkabut. Beberapa kilasan adegan muncul di kepalanya sesekali. Dia sepertinya telah pergi ke Beyond The Heaven?
Meng Qi menundukkan kepalanya dengan hampa dan menatap slip giok Beyond The Heaven yang dia pegang erat di telapak tangannya.
Apakah dia pergi menemui saudari Xue Jinwen?
Kemudian?
Dia berkedip. Apa lagi yang terjadi?
“Meng Qi.” Ketika Meng Qi dalam keadaan linglung, tiga ketukan datang dari pintu, dan suara Qin Xiumo datang dari luar: “Apakah kamu sudah bangun?”
“Ya.” Meng Qi menjawab kembali dan menyadari bahwa suaranya sedikit serak. Apalagi dia merasa matanya agak kesemutan.
“Bisakah aku masuk?” Qin Xiumo bertanya lagi.
“Tunggu sebentar.” Meng Qi menarik napas dalam-dalam dan melompat dari tempat tidur. Di dalam ruangan, ada meja rias dengan cermin. Meng Qi dengan cepat berjalan ke sana dan memeriksa wajahnya di cermin. Rambutnya agak berantakan, tapi tetap oke. Matanya… mengapa bengkak?
Meng Qi membungkuk lebih dekat. Matanya jelas merah dan bengkak. Apakah dia… menangis?
Tidak heran dia merasa kesemutan di matanya. Tidak hanya mabuk, tapi dia juga menangis ?! Meng Qi sedikit malu. Mengapa dia menangis ketika dia mabuk? Dia bahkan tidak dapat mengingat kapan terakhir kali dia menangis!
Tiba-tiba, suara gemerisik datang dari belakang. Meng Qi dengan cepat menoleh dan bertemu dengan mata biru harimau putih cilik itu.
“Uh … Xiao Qi, pagi.” Meskipun gadis itu tahu bahwa harimau putih cilik itu tidak melihat tingkah polahnya saat mabuk, dia tetap menyapa lelaki kecil itu dengan penuh rasa malu.
Harimau putih cilik itu berbaring dengan malas, kepalanya miring ke samping.
“Meng Qi?” Suara Qin Xiumo terdengar lagi, “Apakah kamu baik-baik saja?”
“Sebentar.” Meng Qi mengaktifkan mantra untuk segera membersihkan tubuhnya, lalu merapikan penampilannya. Dia mengeluarkan botol kecil dari ruang penyimpanan, menuangkan sedikit bedak, dan dengan lembut mengoleskannya ke matanya yang agak bengkak. Sensasi dingin langsung menggantikan sedikit kesemutan. Ketika Meng Qi melihat ke cermin lagi, matanya kembali normal.
“Masuk.” Meng Qi mengembalikan botol porselen dan berbalik untuk membuka pintu bagi Qin Xiumo.
Pemuda berpakaian hitam itu berdiri di dekat pintu. Begitu pintu terbuka, matanya tertuju pada wajah Meng Qi. “Apakah kamu sudah sadar?” tanya pria itu.
Meng Qi: “…” Jadi orang ini sempat melihatnya!
Sudut bibir Qin Xiumo terangkat seketika. Dia memandang gadis kecil yang terlihat malu di hadapannya: “Apa kamu tidak jadi mencari tanaman jangkrik giok?”
“Ya..ya.” Meng Qi ingat. Benar, dia kan pergi ke Beyond The Heaven, mencari kotak batu giok dingin untuk menyimpan tanaman jangkrik giok.
“Tunggu sebentar.” Meng Qi dengan cepat berkata: “Aku harus mengambil beberapa hal.”