The Tragedy of The Villainess (English to Indonesian Translation) - Bab 122
BAB 122
Setelah mendengarkan Abigail, Seria berlari mencari Lesche.
“Seria?”
Ia menoleh ke arah suara yang memanggil namanya. Lesche mendekat dengan cepat dan meraih tangannya. Seria menatapnya dan menempelkan jari ke mulutnya, “Ssst.” Tidak ada seorang pun di belakangnya saat ini. Jadi situasi ini sesuai dengan yang diinginkan Seria.
Seria dengan cepat meraih tangan Lesche dan membawanya ke tempat yang tenang.
“Lesche.”
Dia akhirnya bisa melihat wajah Lesche ketika dia berhenti di dekat dinding sebuah bangunan yang tenang tanpa arus orang yang lalu lalang. Lesche tidak bisa tidur dalam waktu yang lama …. Dia tampaknya telah kehilangan berat badan dan melihat kondisi Lesche seperti ini sungguh memilukan.
“Kenapa kamu tidak tidur?” (Seria)
Lesche tidak mengatakan apa-apa, dia hanya tersenyum tenang. Dia menatap Seria lalu memeluknya erat-erat. Dia bisa merasakan lengannya yang kokoh melingkari bahu dan punggungnya. Lesche menarik topi yang dipakai Seria. Topi di jubahnya lepas dengan mudah. Jubah itu ringan, terbuat dari kain tipis, berwarna gelap dan khusus untuk penyamaran.
“Kenapa kamu keluar dengan pakaian yang mencurigakan?” (Lesche)
“Supaya tidak dikenali para pendeta? Aku tahu bahwa mereka sedang menunggu di luar kamarku.” (Seria)
“Ada sejumlah pejabat tinggi juga. Karena peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya di Tambang Emas Konstelasi.” (Lesche)
“Apakah Pendeta Agung tidak datang?”
Seria menduga beliau pasti akan datang. Lesche berkata dengan nada sekedarnya.
“Ketika dia mengatakan dia akan datang, aku menolak untuk menyambutnya.” (Lesche)
“Kamu mungkin satu-satunya bangsawan di seluruh benua yang menolak untuk bertemu dengan Pendeta Agung.” (Seria)
Seria tersenyum, dan senyum tipis terukir di bibir Lesche juga.
“Bagaimana kamu bisa kesini?” (Lesche)
Seria menunjuk dengan dagunya ke jendela kamarnya.
“Aku merangkak turun dari jendela.”
“…Apa?”
“Bibi membantuku.”
Dengan tawa putus asa, Lesche melihat Seria dari atas ke bawah.
“Duduklah.”
“Ya. Bisa dibilang aku memang butuh tempat duduk. ….”
Ini adalah kastil yang dimiliki oleh Duke of Polvas. Tentu saja, dia tidak tahu banyak tentang geografi taman itu. Lagipula, tadi dia hanya berkonsentrasi membawa Lesche ke tempat yang sepi.1
Untuk beberapa waktu, mereka melihat sekeliling untuk mencari tempat di mana mungkin ada bangku. Kaki Seria mulai lelah. Kemudian Lesche mengangkatnya dalam pelukan erat.
‘Oh. Beginilah maksudnya dengan duduk.’
“Lesche, tolong lupakan apa yang kukatakan empat hari yang lalu.”
“… Hm?”
“Stern itu sebenarnya… Aku sama sekali tidak gila karena kekuatan ilahiyahku. Kamu tahu sejarahnya, kan?”
Tentu saja tidak ada catatan sejarah seperti itu. Seria mengucapkan alasan ini begitu saja karena dia khawatir Lesche akan salah paham ketika mendengar cerita yang akan dia ceritakan kepadanya dan menganggapnya sebagai rengekan seorang gila semata.
“Aku tahu.”
“Awalnya ku pikir aku sedang berada di dalam sebuah buku.” (Seria)
****
“Mengapa Yang Mulia keluar dari kamar tidur itu?”
“Beliau bukannya sedang ada di lantai lain?”
Terjadi keributan.
Mata para pendeta melebar saat Lesche Berg berjalan keluar dari kamar tidur Stern yang tidak sadarkan diri. Jelas mereka ingat Grand Duke adalah penyewa sementara kastil ini (kastil Polvas).
Tentu saja, mereka tidak memiliki keberanian yang cukup besar untuk mendekati Lesche dan bertanya langsung mengapa beliau keluar dari kamar Stern.
Di atas segalanya, keselamatan Stern adalah yang paling penting bagi mereka. Para pendeta, yang sejak lama menunggu Seria bangun, buru-buru menanyakan kekhawatiran mereka begitu Lesche bergerak.
“Apakah Grand Duchess sudah bangun?”
“Bolehkah saya masuk?”
“Maaf, tidak.”
Linon berkata dengan sopan.
“Tapi saya akan menyiapkan tempat tinggal sementara untuk kalian semua dalam beberapa hari, dan kalian bisa bertemu Grand Duchess setelahnya. Dan saya jamin, kesehatan Grand Duchess baik-baik saja.”
Mereka akan mengadakan rapat dalam beberapa hari…
Para pendeta bubar dengan tenang sambil bergumam diantara sesama mereka.
Mungkin karena mereka memiliki musuh yang sama yaitu iblis, atau mungkin karena ini adalah agama di mana bukti adanya Tuhan beragam dan terlihat jelas. Mereka sangat baik dalam hal kepatuhan. Dan mereka sangat rentan terhadap agen-agen Tuhan secara langsung.
Contoh nyatanya adalah Stern, yang dianggap seperti roh bintang, dan Lina, Gadis Suci yang muncul baru-baru ini tetapi menghilang tanpa jejak.
Ketika Linon melihat bahwa semua pendeta telah mundur, dia membungkuk ringan kepada para ksatria yang menjaga gerbang sebagai tanda terima kasih atas kerja keras mereka dan melangkah pergi.
Tidak ada Lesche di kantor sementara. Linon tampak tercengang karena sepertinya Lesche datang ke arah sini.
“Yang Mulia?”
“Beliau pergi mandi.”
“Tiba-tiba?”
Linon memiringkan kepalanya dengan bingung.
Tepat pada waktunya, dokter yang dia panggil sebelumnya tiba. Linon bertanya kepada dokter tentang kesehatan Grand Duchess. Jawabannya segera dia dapatkan bahwa beliau benar-benar stabil selama beberapa hari.
“Benar-benar stabil? Tapi dia tidak bisa melakukan apa-apa, kan?”
“Ya. Dia perlu istirahat. Ngomong-ngomong, ada apa? Apakah ada masalah ….”
“Tidak.”
Linon, sebagai ajudan yang sangat detail, akhirnya menyingkirkan pemikiran itu dari benaknya. Dan, untungnya, dia mendapat jawaban bahwa Seria setidaknya bisa menghadiri pertemuan dua hari kemudian. Linon segera mengirim asisten kepada para pendeta.
“Yang Mulia!”
Setelah mandi, Lesche keluar hanya mengenakan jubah. Linon, yang berkonsultasi dengannya dan menetapkan tanggal yang dijadwalkan untuk pertemuan itu, menundukkan kepalanya dan mengundurkan diri.
‘Dia terlihat sedikit kesal. Apakah sesuatu terjadi? Tidak mungkin!’ pikir Linon.
Dia tidak bisa ikut campur kehidupan pribadi atasannya, jadi dia menghapus pikiran itu dari benaknya.
Lesche mengangkat alisnya sedikit saat dia berjalan menyusuri lorong gelap menuju kamar tidurnya. Dia sedang dalam suasana hati yang buruk, seperti dugaan Linon.
“Dia bilang itu tidak ada di buku …”
Lesche sama sekali tidak menyela sementara Seria terus berbicara. Gadis ini tampak khawatir bahwa Lesche mungkin menganggap dia gila, tetapi itu tidak mungkin. Seria tidak mungkin gila. Karena itu artinya Lesche juga gila.
Lesche memercayai kata-kata Seria lebih dari yang diharapkan. Jika Seria memohon padanya untuk percaya bahwa Seria sebenarnya seorang pria, Lesche juga akan mempercayainya.
Jadi dia tidak ragu bahwa semua yang dikatakan Seria itu benar.
Dia bilang dia memutar waktu, kembali ke masa lalu.
Seria, dirinya sendiri, memutar kembali waktu.
Masalahnya adalah Gadis Suci.
Ketika Lesche mendengar dalam ramalan bahwa dia telah menikahi Gadis Suci, dia tidak berpikir itu masalah besar, tentu saja selain tidak menyenangkan. Karena saat ini, situasi itu tidak terjadi. Dia menikah dengan Seria dan tidak berniat menceraikannya. Jadi Lesche tidak ada hubungannya dengan Lina.
Tapi Lesche tidak bisa mempercayai satu hal.
Fakta bahwa dia dulu menikahi Gadis Suci?
Itu adalah cerita yang tidak menyenangkan meskipun bisa dibilang itu adalah masa lalu yang tidak diketahui bahkan oleh Lesche sekalipun. Lesche menghela napas pelan. Meski begitu, fakta bahwa Seria telah memberitahunya sebuah rahasia yang dia sembunyikan sepanjang waktu adalah faktor yang membuat Lesche merasa lebih baik.
Ada juga beberapa kata yang Lesche suka. Seria mengatakan bahwa dia merasa baik ketika dia bersamanya karena dia merasakan kekuatan Stern dari tubuhnya.
Tidak biasanya Seria mengatakan itu padanya. Itu ibarat jalinan erat yang membuat hatinya sesak. Lesche tidak tahu sudah berapa lama Seria memendam semua ini sendiri.
“Seria. Apakah alasan mengapa kamu tidak menolakku di tempat tidur hanya karena kekuatan suci Stern yang juga terpancar dari tubuhku?”
“Um…..”
“Tidak ada alasan lain?”
Mungkin itu pertanyaan yang tidak terduga, Seria tidak bisa langsung menjawab dan hanya menatap Lesche. Senyum muncul di mulut Lesche.
“Akan lebih baik jika kamu menanggapiku karena alasan lain, Seria.”
Seria menoleh dan terbatuk.
“Jadi. Aku ahli dalam hal itu?” (Lesche)
“Ahli dalam hal apa?” (Seria)
“Kamu tahu maksudku.” (Lesche)
“Aku tidak tahu, makanya aku bertanya.” (Seria)
“Tidak, kamu ini benar-benar! Apakah kamu selalu harus bertanya dengan mulutmu untuk membuatmu merasa lebih baik? (Lesche)
Lesche akhirnya menempelkan wajahnya ke bahu Seria dan tertawa terbahak-bahak. Seria tiba-tiba meraih wajahnya dengan kedua tangan dan mengangkatnya. Kemudian dia hanya menundukkan kepalanya dan menciumnya. Bahkan dengan itu, napasnya dengan cepat tersendat.
Seria baru saja bangun, jadi ciuman ringan itu bisa dimengerti.
Masalahnya adalah Seria juga membelai paha Lesche dengan kakinya.
Lesche membeku di tempat. Dia hanya dengan ringan menyentuh permukaan yang biasa terlihat, tetapi area di sekitar lehernya bergetar seolah-olah seluruh tubuhnya telah dialiri listrik.
Seria meraih tangan pria itu saat Lesche hendak menyentuhnya dan menyatukan jari-jari mereka, lalu berkata dengan serius.
”Aku tidak bisa melakukannya selama beberapa hari. Dokter bilang aku butuh istirahat total.” (Seria)
“Apakah kamu mencoba untuk membalasku dengan cara ini?” (Lesche)
“Tidak, tentu saja tidak.” (Seria)
Bahkan dengan kalimat singkat itu saja sudah membuat Lesche merasa sangat sengsara. Lesche percaya semua ini adalah siksaan, bukan balas dendam. Sebuah desahan rendah bercampur dengan erangan secara alami terdengar. Setiap kali Seria menyentuh paha Lesche dengan kakinya, area di sekitar lehernya bergetar. Seria sudah melewatkan satu fakta penting saat ini, sudah hampir lebih dari dua minggu sejak dirinya pergi ke tambang …2
Lesche menangkap kaki Seria. Sepatu Seria, yang telah dilepas Lesche, jatuh ke lantai dan begulir. Seria merasa malu.
Memegang kaki telanjang yang terbuka, Lesche dengan lembut menekannya di antara pahanya. Jari-jari kakinya mengepal, tetapi Lesche tidak melepaskannya.
Tanpa disadari, punggung Seria pun menyentuh dinding.
“Ha….”
Seria mengerang saat lidah Lesche menembus secara kasar bagian dalam mulutnya. Tangannya berada di dada Lesche, tapi Seria tidak mendorongnya sama sekali. Kaki Seria yang gemetar masih dipegang erat oleh tangan kokoh milik pria itu, membelai kejantanan Lesche yang keras. Setelah ciuman panjang, Seria nyaris tidak dilepaskan. Dadanya naik turun secara signifikan.
Lesche tidak tahu sudah berapa banyak dia menciumnya seperti itu. Kaki putih Seria juga tidak bisa meninggalkan paha Lesche untuk waktu yang lama.
Itulah mengapa Lesche harus segera ke kamar mandi setelah mengirim Seria kembali ke kamarnya. 3
“Yang Mulia.”
Pelayan di kamar tidur menundukkan kepalanya. Lesche memberi isyarat padanya untuk pergi dan kemudian tidur.
Seria, tentu saja, sudah tertidur. Pipi pucatnya, yang membuat Lesche bernafsu, menjadi merah. Tak perlu dikatakan bahwa dia terlihat jauh lebih baik dengan cara ini. Lesche mencium kening Seria yang sedang tidur. Kemudian dia memeluknya dan ikut tertidur.
Catatan Kaki: